f 05/25/16 ~ Urwatun Wursqa
  • Pondok Pesantren Mafaza Yogyakarta

    Sebuah Pondok pesantren yang ada di Yogyakarta, tempatku membangun karakter dan mental dengan ilmu agama yang diajarkan...

  • Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Sebuah kampus yang akan membangun kader pemimpin bangsa dan penegak hukum yang amanah dan dapat dipercaya http://uin-suka.ac.id/...

  • Kampus MAN Lab. UIN Yogyakarta

    Lembaga setingkat SMA, yang dalam lembaga itu aku memulai belajar berorganisasi, belajar bertanggung jawab, serta belajar menjadi pemimpin...

  • Kementrian Agama Republik Indonesia

    Salah satu kementrian yang ada dalam susunan penerintahan, yang suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin di Kementrian Agama Tersebut...

Rabu, 25 Mei 2016

Iman Kepada Allah SWT

A.  Pengertian Iman Kepada Allah SWT
Kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan Nya, kemudian pengakuan ini diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata. Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.Beriman kepada Allah sebagai Khaliq merupakan rukun iman yang pertama.Pembuktian adanya Allah SWT dapat dilakukan dengan 2 cara :
  1. Dalil AQli ( menggunakan akal ), contoh melihat ciptaan-Nya
  2. Dalil NaQli ( menyakini Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW )
B.  Sifat-sifat Allah SWT
Sifat sifat Allah SWT ada 3 jenis, yaitu :
  1. Sifat Wajib, yaitu sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT
  2. Sifat Mustahil, yaitu sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh Allah SWT
  3. Sifat Jaiz, yaiu sifat yang serba mungkin bagi Allah sesuai dengan kehendak-Nya.
Sifat Wajib Allah SWT :
1.   Allah SWT bersifat wujud
Wujud berarti ada. Lawannya adalah ‘adam , yang berarti tidak ada. Untuk membuktikan adanya Allah, antara lain bisa kita lakukan dengan memerhatikan alam yang ada di sekitar kita. Semua benda, manusia, binatang, langit, bumi, dan segala isinya tentu ada yang menciptakan. Mustahil benda-benda itu muncul dengan sendirinya. Firman Allah:
Artinya: Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di muka bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pergantian malam dan siang.Tidakkah kamu mengerti? (Q.S. al-Mu’min- un [23]: 78–80)
Allah itu ada dengan Zat-Nya sendiri, mustahil bagi Allah jika Allah tidak ada. Meskipun tidak kelihatan, Allah ada untuk selama-lamanya. Allah merupakan zat gaib yang tidak dapat kita lihat dengan alat indra. Sesuatu yang tidak kelihatan bukan berarti tidak ada. Contoh, nyawa. Setiap orang termasuk kamu pasti yakin bahwa nyawa itu ada, walaupun belum pernah melihat bentuknya dan merabanya.Begitu juga dengan udara. Semua itu ada dan pengaruhnya juga dapat dirasakan
2. Allah SWT bersifat Qidam ( Terdahulu )
Qidam artinya dahulu. Lawannya adalah hudus  artinya baru. Allah tidak berpermulaan. Sesuatu yang memiliki permulaan, yaitu dari tidak ada menjadi ada, berarti baru. Sesuatu yang baru berarti makhluk. Sedangkan Allah bukan makhluk, melainkan Kh-aliq (Pencipta).
Firman Allah:

Artinya: Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Hadid [57]: 3)
Dahulunya Allah tidak seperti dahulunya makhluk. Dahulunya makhluk itu ada permulaannya, yaitu didahului oleh keadaan tidak ada, lalu menjadi ada. Sedangkan Allah, tidak didahului oleh tidak ada lalu menjadi ada, tetapi sejak dahulu sudah ada dan tanpa permulaan. Oleh karena itu, manusia tidak akan mampu memikirkan kira-kira kapan Allah itu mulai ada. Sebab, Allah itu ada sebelum waktu itu sendiri ada.
3. Allah SWT bersifat Baqa ( Kekal )
Baqa – ‘ artinya kekal, abadi, dan langgeng selamanya. Lawannya adalahfana.  artinya rusak, binasa, dan ada batas akhirnya. Semua ciptaan Allah mempunyai kelemahan, perubahan, perkembangan, dan akhirnya musnah tidak ada lagi. Sifat-sifat makhluk tersebut tidak kekal. Sedangkan Allah yang menciptakan makhluk akan tetap ada selama-lamanya, sekalipun semua makhluk telah hancur binasa. Inilah makna dari sifat wajib bagi Allah, yaitu baqa-’. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

Artinya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (Q.S. ar-Ra.hm-an [55]: 26–27)
4. Allah SWT bersifat Mukhalafatul lil hawadisi ( berbeda dengan makhluk Nya )
Allah memiliki sifat wajib mukhalafatu lil-hawadisi, artinya Allah berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Sifat mustahilnya atau lawannya adalah mumasalatu lil hawadisi. yang berarti mustahil bagi Allah serupa dengan makhluk-Nya.Allah berbeda dengan makhluk-Nya dalam semua hal, baik zat, sifat, perbuatan, ucapan, dan sebagainya. Sebagai pencipta, Allah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebagai contoh, seorang pembuat pesawat tidak mungkin sama dengan pesawat yang dibuatnya. Pembuat meja, kursi, papan tulis, dan sebagainya pasti tidak sama dengan benda-benda ciptaannya itu.
5. Allah SWT bersifat Qiyamuhu binasihi / berdiri sendiri,
Allah memiliki sifat wajib mukhalafatu lil-hawa disi, artinya Allah berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Sifat mustahilnya atau lawannya adalah mumasalatu lil hawadisi. yang berarti mustahil bagi Allah serupa dengan makhluk-Nya.Allah berbeda dengan makhluk-Nya dalam semua hal, baik zat, sifat,perbuatan, ucapan, dan sebagainya. Sebagai pencipta, Allah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebagai contoh, seorang pembuat pesawat tidak mungkin sama dengan pesawat yang dibuatnya. Pembuat meja, kursi, papan tulis, dan sebagainya pasti tidak sama dengan benda-benda ciptaannya itu.

“ Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya”         ( Q.S. Ali Imran ayat 2 )
6. Allah SWT bersifat Wahdaniyah ( Esa )
Allah bersifat wa.hdaniyyah, artinya bahwa Allah Maha Esa, tidak ada sekutu-Nya. Sifat mustahilnya adalah ta‘addud ( ), yang berarti berbilang atau lebih dari satu. Keesaan Allah itu mutlak, artinya Allah Esa dalam sifat dan perbuatan.Esa zat-Nya artinya tidak karena hasil penjumlahan, perkalian, atau segala perhitungan dari macam-macam unsur. Esa sifat-Nya berarti bahwa sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah tidak dapat dipersamakan dengan sifat-sifat yang ada pada Esa perbuatan-Nya, berarti bahwa Allah adalah satu-satunya yang mengatur, menguasai, memelihara alam beserta isinya, dan dalam perbuatannya tersebut tidak dicampuri oleh siapa pun juga. Tentang keesaan Allah ini antara lain tertera dalam Al-Qur’an:
“ Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”                                                       ( Q.S. Al Ikhlas ayat 1 – 4
7.   Allah SWT bersifat Qudrat ( Kuasa )
Allah bersifat qudrat, artinya Mahakuasa atau yang memiliki kekuasaan.Kekuasaan Allah itu mahasempurna, tidak terbatas, dan mutlak. Bahkan,kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki makhluk, sesungguhnya adalah anugerah Allah. Jika Allah menghendaki kekuasaan yang ada pada makhluk tersebut dicabut, maka saat itu juga akan hilang dan tidak ada seorang pun yang dapat mencegah atau menghalangi kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: ”. . . . Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah
[2]: 20).
Lawan dari sifat qudrat atau sifat mustahilnya adalah ‘ajzun ( ), yang artinya lemah. Allah Mahakuasa dan tidak mungkin lemah. Jika Allah lemah,tentu tidak akan mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya yang begitulengkap dan sulit. Jika Allah tidakMaha kuasa, bagaimana mungkin dapatmenciptakan manusia hanya dari setetes air? Bagaimana mungkin menciptakanberbagai jenis buah-buahan yang segar-segar, dan sebagainya?
8. Allah SWT bersifat Iradat ( Berkehendak )
Allah bersifat ir-adat artinya mempunyai kehendak dan dapat melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Sifat mustahilnya adalah karahah, yang berarti terpaksa. Mustahil bagi Allah merasa terpaksa dalam melaksanakan semua kehendak-Nya. Allah Maha Berkehendak, Dia pasti berbuat atas kehendak sendiri tanpa ada kekuatan lain yang mampu memaksa-Nya. Manusia juga mempunyai kehendak. Tetapi, untuk mencapai kehendak tersebut manusia sering dipengaruhi, dibantu, bahkan ditentukan oleh pihak pihak lain. Yang pasti, kehendak dan keinginan manusia berada di bawah kendali kehendak Allah. Allah-lah yang menentukan apa yang terjadi atas diri manusia. Jika Allah menghendaki sesuatu atas makhluk-Nya, maka pasti akan terjadi.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.                              ( Q.S. Yasin ayat 82 )

9. Allah SWT bersifat Ilmu ( Mengetahui )
Allah bersifat ‘ilmu, artinya Allah wajib bersifat pandai atau mengetahui.Pengetahuan dan kepandaian Allah tidak terbatas. Allah mengetahui segalanya, kecil besar, jauh dekat, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sifat mustahilnya adalah jahlun ( ), artinya mustahil Allah bersifat bodoh. Jika Allah bersifat bodoh, tentu tidak akan mampu menciptakan keteraturan alam. Allah yang menciptakan sesuatu, Dia pulalah yang mengatur dan mengetahuinya.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. ( Q.S. Al Hujurat ayat 18 )
10. Allah SWT bersifat Hayat ( Hidup )
Allah bersifat .hay-at, artinya hidup. Hidup Allah tidak berpermulaan dan tidak berkesudahan. Dia tidak pernah mengantuk, tidak pernah tertidur, apalagi mati. Itulah bedanya dengan hidupnya manusia. Allah hidup dengan sendirinya, tanpa ada yang menghidupkan. Sedangkan manusia dihidupkan oleh Allahdengan memberikannya nyawa. Sifat mustahil atau lawan dari sifat .hayat adalah maut , yang berarti mati. Apabila Allah mati, maka langit, bumi, bintang-bintang, serta yang lain pasti akan mengalami kekacauan, saling bertabrakan dan sebagainya, sebab pengaturnya telah tiada. Allah tidak pernah mati, Dia hidup selama-selamanya.
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. ( Q.S. Al Baqarah ayat 255 )
11. Allah SWT bersifat Sama ( Mendengar )
Allah wajib bersifat sama‘ artinya mendengar. Sifat mustahilnya adalahsummun, artinya tuli. Pendengaran Allah itu sempurna dan tidakterbatas.Allah dapat mendengar semua jenis suara, baik yang gaib maupun terang, baik yang dekat maupun jauh. Bahkan Allah dapat mendengar bisikan hati manusia.
dan Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. Al Maidah : 76)
Pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran manusia. Manusia mendengar dengan menggunakan alat, yaitu telinga yang diberikan Allah. Tidak semua suara dapat didengar oleh manusia. Sedangkan Allah mendengar dengan pendengaran-Nya yang sempurna. Jika seluruh manusia yang ada di bumi secara bersamaan memohon kepada Allah, maka semua permohonan tersebut pasti didengar-Nya, walaupun permohonan itu hanya dengan bisikan batin.
12. Allah SWT bersifat Basar
Allah bersifat ba.sar, artinya Maha Melihat. Sifat mustahilnya yaitu ‘umyun , yang berarti buta. Allah telah menciptakan makhluk-Nya dapat melihat. Maka pastilah Dia sendiri mempunyai sifat Maha Melihat. Segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak terlepas dari penglihatan Allah. Oleh karena itu, manusia harus berhati-hati dalam berbuat. Allah berfirman:
..” Sesungguhnya dia Maha melihat segala sesuatu “ ( Q.S. Al Mulk ayat 19 )
13. Allah SWT bersifat Kalam
Allah bersifat kal-am, artinya Allah mampu berfirman atau berbicara. Sifat mustahilnya adalah bukmun, artinya bisu. Allah menciptakan manusia di bumi agar mereka dapat mengolah dan memakmurkannya. Untuk kepentingan ini, Allah telah menurunkan petunjuk dan pedoman bagi manusia berupa wahyu seperti Al-Qur’an serta kitab-kitab lainnya.Inilah bukti bahwa Allah memiliki sifat kal-am (berbicara).
Berbicaranya Allah tentu tidak sama dengan cara berbicaranya manusia. Bagaimana Allah berbicara? Hal itu berada di luar jangkauan kemampuan akal manusia. Yang jelas, sebagai orang mukmin kita wajib meyakini kebenaran sifat Allah tersebut
.. Allah Telah berbicara kepada Musa dengan langsung  ( Q.S. An Nisa : 164 )
 C.  Fungsi Iman Kepada Allah SWT, antara lain :
  1. Dapat menentramkan hati manusia ( Q.S. Ar Radu ayat 28 )x
  2. Mendatangkan keuntungan / kebahagian hidup ( Q.S. Al Asr ayat 1 – 3 )
  3. Dapat menyelematkan hidup manusia dunia dan akhirat

Makna Tauhid dan Pembagiannya

Makna Tauhid dan Pembagiannya
Sesungguhnya tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah agar mereka mengamalkan tauhid, yaitu beribadah hanya kepadaNya dan menjauhi segala macam perbuatan syirik. Maka dari itu Allah mengutus para nabi dan rasul dan juga menurunkan kitab suci sebagai pedoman dan petujuk bagi mereka dalam beribadah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyaat [51]: 56)
Dan firmanNya:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun.” (QS. an-Nisa [4]: 36)

Makna Tauhid

Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata dasar) dari fi’il (kata kerja): (وَحَّدَ- يُوَحِّدُ) yang artinya menjadikan sesuatu menjadi satu atau tunggal.
Sedangkan secara istilah, makna tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan apa-apa yang menjadi kekhususan bagiNya baik itu dalam masalah rububiyyah, uluhiyyah ataupun asma wa sifat. (al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, cetakan Dar Ibnu al-Jauziy, Riyadh 1419 H, halaman 8).

Ruang Lingkup Ilmu Tauhid

Pembahasan ilmu tauhid meliputi pembelajaran tentang hal-hal yang wajib kita tetapkan bagi AllahSubhanahu wa Ta’ala, baik itu yang berupa sifat kemuliaan yang ada padaNya maupun sifat kesempurnaan yang dimilikiNya. Bahasan ilmu tauhid juga meliputi hal-hal yang mustahil ada pada diri Allah dan tidak layak disandangNya, baik itu yang berupa (sifat-sifat) maupun perbuatan-perbuatan. Selain itu, bahasan ilmu tauhid juga mencakup hal-hal yang wajib kita tetapkan bagi para Nabi dan Rasul dan hal-hal yang mustahil ada pada mereka. Dan juga mencakup hal-hal yang berhubungannya seperti permasalahan iman terhadap kitab-kitab yang diturunkan Allah, malaikat-malaikatNya yang suci, hari kebangkitan dan hari pembalasan, serta qadha dan qadar. Adapun faidah dari ilmu tauhid yaitu memperbaiki akidah dan sebagai jalan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. (Mudzakarah at-Tauhid, Syaikh Abdurrazaq ‘Afifi, cetakan al-Maktab al-Islamiy, Beirut 1403 H, halaman 3).

Pembagian Tauhid

Setelah melakukan pengkajian terhadap dalil-dalil di dalam al-Quran, maka para ulama membagi tauhid menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: tauhid rububiyyahtauhid uluhiyyah, dan tauhid asma wa sifat. Dan ketiga macam tauhid ini tercakup dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepadaNya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?.” (QS. Maryam [19]: 65)

1. Tauhid Rububiyyah

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini bahwasanya Allah lah satu-satunya Dzat yang telah menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai dan mengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dalil-dalil yang menunjukan hal ini pun sangatlah banyak, diantaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?.” (QS. Faathir [35]: 3)
Dan juga firmanNya:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. az-Zumar [39]: 62)
Dan juga firmanNya:
وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 189)
Serta firmanNya:
قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”.” (QS. Yunus [10]: 31)
Seseorang belumlah bisa dikatakan muslim hanya karena dia meyakini tauhid rububiyyah, hal itu dikarenakan orang-orang kafir juga menyatakan keyakinan mereka terhadap tauhid ini. Hal ini seperti yang telah Allah sebutkan dalam firmanNya:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”.” (QS. az-Zumar [39]: 38)
Dan juga firmanNya:
قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”.” (QS. Yunus [10]: 31)
Perhatikanlah! Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang kafir juga meyakini bahwa Allah lah yang telah menciptakan, memberi rizki, meghidupkan dan juga mematikan, namun demikian hal ini tidaklah menjadikan mereka termasuk orang-orang muslim, mengapa? Jawabannya adalah karena mereka belum mengimani tauhid jenis yang kedua (yaitu tauhiduluhiyyah) yang merupakan inti dari keislaman seseorang.

2. Tauhid Uluhiyyah

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara-perkara ibadah dengan menghambakan diri hanya kepadaNya disertai dengan ketundukan, keikhlasan, kecintaan, penghormatan dan peribadatan hanya kepadaNya serta tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Segala macam ibadah seperti shalat, do’a, puasa, menyembelih, bernadzar, haji, umrah, sedekah dan lain sebagainya, harus ditujukan semata-mata hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jenis tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para nabi dan rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut”.” (QS. an-Nahl [16]: 36)
Dan juga firmanNya:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.” (QS. al-Anbiyaa’ [21]: 25)
Kebayakan manusia dari zaman dulu hingga sekarang tidaklah mengimani uluhiyyah Allah, dan tentu saja hanya orang-orang mukmin sajalah yang mengimaninya, yang mana mereka merupakan pengikut agama para nabi dan rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf [12]: 106)
Dalam perkara rububiyyah, orang-orang kafir meyakini bahwasanya Allah lah yang menciptakan, memberi rizki, meghidupkan dan juga mematikan serta mengatur segala yang ada di alam semesta ini. Namun dalam perkara uluhiyyah, mereka tidak mau meyakini bahwasanya hanya Allah lah satu-satunya sesembahan yang berhak untuk diibadahi. Dahulu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah mengajak mereka (orang-orang kafir) untuk mengucapkan kalimat “laa ilaha illallah”, namun dengan sombong mereka menolaknya dan berkata:
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهاً وَاحِداً إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ وَانطَلَقَ الْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا عَلَى آلِهَتِكُمْ إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ يُرَادُ مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي الْمِلَّةِ الْآخِرَةِ إِنْ هَذَا إِلَّا اخْتِلَاقٌ
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki . Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” (QS. Shaad [38]: 5-7)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menggambarkan keadaan orang-orang kafir ketika mereka diajak untuk mengucapkan kalimat tauhid “laa ilaha illallah” dalam firmanNya:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”.” (QS. ash-Shaafaat [37]: 35-36)

3. Tauhid Asma wa Sifat

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengimani setiap nama-nama dan sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan untuk diriNya sendiri dan yang telah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalamtetapkan untukNya, tanpa melakukan tahrif (ta’wil), ta’thil, takyif ataupun tamtsil terhadap nama dan sifat-sifat Allah. Hal ini karena setiap nama dan sifat yang Allah miliki tidaklah sama dengan nama dan sifat yang ada pada para makhluknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. asy-Syura [42]: 11)
Penjelasan:
a) Tahrif (ta’wil) adalah menyelewengkan atau memalingkan makna dhzahir (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih (yang berkaitan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah) kepada makna-makna lain yang bathil dan salah. Seperti contohnya: sifat istiwa’ (bersemanyam di tempat yang tinggi) diselewengkan menjadi istawla (menguasai).
b) Ta’thil adalah mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikan (menolaknya). Seperti sifat Allah ‘uluw(berada tinggi di atas langit), sebagian kelompok sesat mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana (di setiap tempat).
c) Takyif adalah membagaimanakan atau menggambarkan sifat-sifat Allah. Seperti contohnya menggambarkan sifat bersemayamnya Allah di atas ‘arsy begini dan begini. Padahal bersemayanmnya Allah di atas ‘arsy tidaklah sama dengan bersemayamnya para makhluk, dan tidaklah ada seorang pun yang mengetahui gambaran bagaimananya kecuali Allah semata.
d) Tamtsil adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluknya. Maka tidak boleh dikatakan bahwa turunnya Allah ke langit dunia sama seperti turunnya kita (ke suatu tempat). Adapun hadits yang menyatakan bahwa Allah turun ke langit dunia adalah shahih seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Referensi:
al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Dar Ibnu al-Jauziy, Riyadh 1419 H.
Mudzakarah at-Tauhid, Syaikh Abdurrazaq ‘Afifi, al-Maktab al-Islamiy, Beirut 1403 H.
Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah, Syaikh Imam Abu ‘Izzi ad-Dimasyqi, Mu’assasah ar-Risalah, Beirut 1421 H.
I’anatu al-Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid, Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan, Mu’assasah ar-Risalah, 1423 H.
Minhaj al-Firqah an-Najiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
• Dan sumber-sumber yang lainnya.