f 05/01/16 ~ Urwatun Wursqa
  • Pondok Pesantren Mafaza Yogyakarta

    Sebuah Pondok pesantren yang ada di Yogyakarta, tempatku membangun karakter dan mental dengan ilmu agama yang diajarkan...

  • Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Sebuah kampus yang akan membangun kader pemimpin bangsa dan penegak hukum yang amanah dan dapat dipercaya http://uin-suka.ac.id/...

  • Kampus MAN Lab. UIN Yogyakarta

    Lembaga setingkat SMA, yang dalam lembaga itu aku memulai belajar berorganisasi, belajar bertanggung jawab, serta belajar menjadi pemimpin...

  • Kementrian Agama Republik Indonesia

    Salah satu kementrian yang ada dalam susunan penerintahan, yang suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin di Kementrian Agama Tersebut...

Minggu, 01 Mei 2016

AL-MA'TSURAT: DOA PAGI DAN SORE

Bismillahirrohmanirrohim.
Telah kita ketahui bersama, berdoa dan berdzikir merupakan aktivitas yang mulia di sisi Allah Ta’ala dan merupakan amalan yang amat dianjurkan dalam Islam. Di zaman sekarang, banyak manusia yang menggunakan risalah kumpulan dzikir pagi dan sore yang disusun oleh Imam Hasan al-Banna rahimahullah yang dinamakan al ma’tsurat. Namun, ternyata dalam al ma’tsurat tersebut masih ada dzikir-dzikir yang derajat haditsnya dhaif (lemah) bahkan maudhu’ (palsu).
Untuk itu, dalam risalah singkat ini, kami akan memaparkan doa dan dzikir yang shahih dalam al ma’tsurat, yang hadits-hadits tersebut telah di-takhrij oleh al-ustadz Farid Nu’man dalam blognya. Dan juga, dalam risalah ini kamu juga cantumkan dzikir dan doa dari Hisnul Muslim dan doa-doa lainnya yang terkadang tak terkait waktu pagi dan sore. Semoga kita semua dapat mengamalkannya.
1. Membaca Al Fatihah
﴿بِسْمِ اللهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيمِ , الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ, مَـلِكِ يَوْمِ الدِّينِ, إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ, اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ, صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ﴾
Artinya : “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. yang menguasai di hari Pembalasan. hanya Engkaulah yang Kami sembah , dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah (1): 1-7) [1]
2. Membaca 10 ayat dari Surat Al Baqarah (Ayat 2-5, 255-257, 284-286)
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5) 
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256) اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (257)
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284) آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِين(286)
[2]
3. Membaca Surat Ali Imran ayat 1-2
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, الم, اللهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Alif laam miim. Allahu laa ilaha illaa huwal hayyul qayyum
Artinya : Alif laam miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. (QS. Ali Imran (3): 1-2)[3]
4. Membaca surat Thaha ayat 111-112
وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا, وَمَن يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا يَخَافُ ظُلْمًا وَلا هَضْمًا
Wa-‘anatil wujuwhu lilhayyil qayyumi waqad khaaba man hamala dzulman, waman ya’mal minashshoolihaati wahuwa mu’minun falaa yakhofu dzulman walaa hadhmaa
Artinya : “Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluknya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang-orang yang melakukan kezha-liman, dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang shalih dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thaha: 111-112) [4]
5. Membaca surat At Taubah ayat 129 (7x)
حَسْبِيَ اللهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (سَبْعًا
Hasbiyallaahu laa ilaaha illaahuwa ‘alayhi tawakkaltu wahuwa robbul ‘arsyil ‘adziim
Artinya : “Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (QS. At Taubah: 129) (dibaca tujuh kali) [5]
6. Membaca surat Al Kafirun ayat 1-6
بِـــــســْمِ اللهِ الرَّحْــــمنِ الرَّحِـــيْمِ, قُــــــلْ يَــــا أَيُّــــــهَا الْــــكَافِـــــرُونَ, لا أَعْـــــــــبُدُ مَا تَعْبُدُونَ, وَلا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْـــــبُدُ, وَلا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ, وَلا أَنــتـــُمْ عَـــابِدُونَ مَا أَعْبُدُ, لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. “Katakanlah, ‘Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak akan menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku.’” (QS. Al Kafirun: 1-6). Namun tidak shahih untuk dibaca pada dzikir pagi dan sore [6]
7. Membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, dan An Naas (masing-masing tiga kali)
بسم الله الرحمن الرحيم , قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ , اللهُ الصَّمَدُ , لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ , وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ (ثلاثا)
بسم الله الرحمن الرحيم , قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ , مِن شَرِّ مَا خَلَقَ , وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ , وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ , وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (ثلاثا)
بسم الله الرحمن الرحيم , قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ , مَلِكِ النَّاسِ , إِلَهِ النَّاسِ , مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ , الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ , مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ (ثلاثا)
Artinya : “Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlas: 1-4)
Artinya : “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS. Al Falaq: 1-5)
Artinya : “Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. raja manusia. sembahan manusia. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. (QS. An Naas: 1-6) [7]
8. Membaca Dzikir Pagi dan Sore
Jika pagi membaca:
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ ِللهِ، وَالْحَمْدُ ِللهِ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Ashbahna wa Ashbahal Mulku Lillahi wal hamdu lillahi Laa Syarika Lahu Laa Ilaha Illa Huwa waIilaihin nusyur
Artinya : “Kami berpagi hari dan berpagi hari pula kerajaan milik Allah. Segala puji bagi Allah, tiada sekutu bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan Dia, dan pada-Nya tempat kembali”
Jika sore membaca:
قال أَمْسَيْنَا وأَمْسَى الْمُلْكُ ِللهِ، وَالْحَمْدُ ِللهِ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ وَإِلَيْهِ الْمَصِيْر.
Amsayna wa Amsal Mulku Lillahi wal Hamdu Lillahil Laa Syarika Lahu Laa Ilaha Illa Huwa wa Ilaihil mashir.”
Artinya : “Kami bersore hari dan bersore hari pula kerajaan milik Allah. Segala puji bagi Allah, tiada sekutu bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan Dia, dan pada-Nya tempat kembali” [8]
9. Membaca Dzikir
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.
Ashbahna ‘ala Fithrotil Islam wa ‘ala Kalimatil Ikhlash wa ‘ala Dini Nabiyyina Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam wa ‘ala Millati Abina Ibrahima Hanifa wa Maa Kaana minal Musyrikin.”
Artinya : “Di waktu pagi kami memegang agama Islam, kalimat ikhlas, agama Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan agama ayah kami Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim dan tidak tergolong orang-orang musyrik.” [9]
10. Membaca Dzikir Sebagai Rasa Syukur (3x)
اَللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
Allahumma maa ashbaha biy min ni’matin aw bi ahadin min khalqika faminka wahdaka laa syarikalak falakalhamdu wa lakasy syukru”
Artinya : “Ya Allah, nikmat yang kuterima atau diterima oleh seseorang di antara makhluk-Mu di pagi ini adalah dari-Mu. Maha Esa Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. Bagi-Mu segala puji dan kepada-Mu panjatan syukur (dari seluruh makhluk-Mu).” [10]
11. Membaca Dzikir Pujian
يَا رَبِّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيمِ سُلْطَانِكَ
Ya Rabbi Lakal Hamdu Kamaa Yanbaghi Li Jalali Wajhika wa Li ‘Azhimi Sulthanika.”
Artinya : “Ya Tuhanku, Segala puji bagiMu sebagaimana seyogyanya kemuliaan wajahMu dan keagungan kekuasaanMu” [11]
12. Dzikir Agar Di-Ridhoi Allah (3x)
رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًاإِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ
Radhiitu billahi Rabba wabil Islami Diina wa bi Muhammadin Rasuula.”
Artinya : “ Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul.” [12]
13. Membaca Dzikir Tasbih (3x)
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Subhanallahi wa bihamdihi ‘adada khalqihi wa ridha nafsihi wazinata ‘arsyihi wa midada kalimatihi.”
Artinya : “Maha Suci Allah dan Segala Puji bagiNya, sebanyak bilangan makhlukNya, seridha diriNya, setimbangan ‘arsyNya, dan sebanyak tinta dari kata-kataNya” [13]
14. Membaca Doa Perlindungan dari Musibah (3x)
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Bismillahilladzi La Yadhurru Ma’asmihi Syai’un fil Ardhi wa Laa fis Sama’i wa Huwas Sami’ul ‘Alim.”
Artinya : “Dengan nama Allah Yang bersama NamaNya sesuatu apa pun tidak akan celaka baik di bumi dan di langit. Dialah Maha Medengar lagi maha Mengetahui” [14]
15. Membaca Doa Agar Terhindar dari Syirik
اللهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
Allahumma inna na’udzubika an nusyrika bika syai’an na’lamuh wa nastagfiruka lima laa na’lamuh.”
Artinya : “Ya Allah sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari menyekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampunanMu dari apa-apa yang tidak kami ketahui.” [15]
16. Membaca Doa Perlindungan dari Keburukan-Keburukan(3x)
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
A’udzu bikalimatillahi taammah min syarri maa khalaq.”
Artinya: “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan apa-apa yang Dia ciptakan.” [16]
17. Membaca Doa Agar Terhindar Dari Kesulitan
اللهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِن الهَمّ وَ الحَزَنْ, وَ العَجْزِ وَ الكَسلْ, وَ البُخْلْ وَ الجُبْنِ,وَ ضَلَعِ الدَينِ, وَ غَلَبَتِ الرِ جَا لْ
Allahumma inni a-‘udzuubika minal hammi walhazan, wal-‘ajzi wal kasal, wal bukhli wal jubni, wa dhola’iddayin, wa gholabatilrrijal
Artinya : “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari rasa gelisah dan sedih, lemah dan malas, pengecut dan kikir, dibebani hutang (dhala’id dain) dan dikuasai manusia (ghalabatir rijal).” [17]
18. Membaca Doa Memohon Kesehatan dan Perlindungan dari Kekufuran, Kefakiran, dan Azab Kubur (3x)
اَللّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي, اَللّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي, اَللّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي (ثَلاَثًا)
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ, وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ, لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ (ثَلاَثًا)
Allahumma ‘aafini fi badani, Allahumma ‘aafini fi sam’iy, Allahumma ‘aafini fi bashariy.” (3X)
“Allahumma inni a’udzubika minal kufri wal faqri, wa a’udzubika min ‘adzabil qabri, laa ilaha illa anta.” (3X)
Artinya : “Ya Allah berikanlah kesehatan bagi badanku, bagi pendengaranku, bagi penglihatanku, dan tidak ada Ilah kecuali Engkau”
Artinya: “Ya Allah sungguh aku berlindung kepadaMu dari kekufuran dan kefaqiran, Ya Allah sungguh aku berlindung kepadaMu dari azab kubur, tidak ada Ilah kecuali Engkau” [18]
19. Membaca Sayyidul Istighfar
اَللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ, خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ, وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أََبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ, وَ أَبُوْءُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Allahumma anta Rabbiy, laa ilaha illa anta, khalaqtaniy wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, a’udzubika min syarri maa shana’tu, abu’u laka bini’matika ‘alayya, wa abu’u bidzambiy, faghfirliy fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta
Artinya : “Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada Tuhan kecuali Engkau. Engkau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas janjiMu, semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui banyaknya nikmat (yang Engkau anugerahkan) kepadaku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau” [19]
20. Membaca Doa (3x)
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ
Astaghfirullahal ‘Azhim alladzi laa ilaha illa huwa al hayyu al qayyum wa atuubu ilaih
Artinya : “Aku memohon ampunan Allah Yang Tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Hidup dan Maha Mengurus (makhluk-Nya)”
21. Membaca Tasbih (100x)
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
“Subhanallaahi wabihamdih”
Artinya : “Maha suci Allah, aku memujiNya.” [21]
22. Membaca Dzikir (10x atau 1x)
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.
“Laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu, lahulmulku wa huwalhamdu wahuwa ‘alaa kulli syay-‘in qadiyr”
Artinya : “Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 10x atau 1 x jika dalam keadaan malas) [22]
23. Membaca Doa Memohon Pertolongan, dan Perbaikan Urusan
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ.
Ya Hayyu Ya Qayyuum, birohmatika astaghiytsu, ashliy sya’niy kullahu, wa laa takilniy ilaa nafsiy thorqota ‘aini
Artinya : “Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).” [23]
24. Membaca Doa Permohonan Ilmu, Rizki, dan Amal
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Allahumma innii as-aluka ‘ilman nafian, warizqon thayyiban, wa ‘amalan mutaqobala
Artinya: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain, pen), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” [24]
25. Membaca Istigfar (100x)
أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
“Astagfirullaah wa atuubu ilayhi
Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.” [25]
26. Membaca Doa Agar Hati Diteguhkan
يَا مُقَلّبَ القُلُوْبَ , ثَبّتْ قَلْبِي عَلَي دِينِكَ
Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik
Artinya : “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” [26]
27. Membaca Shalawat (10x)
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّــيْتَ عَـلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْــرَاهِيْمَ, وَبَـارِكْ عَلَى سَـيِّدِنَا مُـحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْـرَاهِيْمَ وَعَــلَى آلِ سَيـِّدِنَا إِبْـرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ, إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ (عَشْرًا)
Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad, kama shallaita ‘ala sayyidina Ibrahim wa ‘ala aali sayyidina Ibrahim, wa baarik ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala Aali sayyidina Muhammad, kama baarakta ‘ala sayyidina Ibrahim wa ‘ala aali sayyidina Ibrahim il ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.” [27]
Wallahu a’lam
—————–
Footnote:
[1] Keutamannya : Dia disebut A’zhamus Surah (Surat yang paling agung) (HR. Bukhari No. 4204, 4370, 4426, 4720. Abu Daud No. 1458. Ad Darimi dalam Sunannya No. 3371), Sebagai Ruqyah, sehingga dibolehkan membacanya jika kita sedang sakit (Bukhari No. 2156, 4721, 5404, 5417), Surat istimewa yang tidak pernah Allah Ta’ala turunkan sebelumnya dalam Taurat, zabur, dan Injil, bahkan tidak ada yang sepertinya di dalam Al Quran sendiri (HR. At Tirmidzi No. 2875, dari jalur Abu Hurairah. Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih. Imam Ad Darimi No. 3373. Dishahihkan pula oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan At Tirmidzi No. 2875, 3125. Imam Ahmad, dalam Musnadnya, No. 20180, 20181. dari Ubai bin Ka’ab. Ibnu Hibban No. 775, dari Ubai bin Ka’ab), Disebut sebagai induknya Al Quran (HR. Bukhari No. 4427. Ahmad No. 9788, Ad Darimi No. 3374).
[2] Keutamaannya : rumah dijauhi setan (HR Ad Darimi, No. 3382. Imam Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No hadits. 8592. Imam Nuruddin Al Haitsami mengatakan: rijal (periwayat) hadits ini adalah shahih, hanya saja Asy Sya’bi tidak mendengar langsung dari Ibnu Mas’ud. Lihat Majma’ Az Zawaid, 10/118. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah), Mencukupi (HR. At Tirmidzi dalam Sunannya, KitabFadhail Al Quran ‘an Rasulillah Bab Maa Ja’a fi Akhiri Suratil Baqarah, No. 2881. Katanya: hasan shahih. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan At Tirmidzi No. 2881)
[3] Keutamaannya : terdapat asma Allah yang agung bersama Al Baqarah, Ali Imran, Thaha (Hadits Hasan oleh Syaikh Al-Bani.Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3856, As Silsilah Ash ShahihahNo. 746), juga riwayat lain, (HR. Abu Daud No. 1496, At Tirmidzi No. 3478, katanya: hasan shahih. Ad Darimi No. 3389, Ahmad No. 27611)
[4] Idem dengan [3]
[5] Keutamaannya : “Barangsiapa yang membaca pada setiap hari ketika pagi dan sore: (Hasbiyallah Laa Ilaha Illa huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa Rabbul ‘Arsyil ‘Azhim) tujuh kali, maka Allah akan mencukupi apa yang diinginkan dari perkara dunia dan akhirat.” (HR Ibnu Sunni : Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad mengatakan dhaif (Syarh Sunan Abi Daud [577], Maktabah Misykah). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini munkar. (As Silsilah Adh Dhaifah No. 5287). Juga dalam HR Abu Daud secara mauquf no. 5081 : Syaikh Al Albani telah meneliti riwayat ini sebagai riwayat maudhu’ (palsu). (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 5081). Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya terhadap surat At Taubah ayat 129, khususnya ketika membahas riwayat Ibnu ‘Asakir ini: “ini (hadits) munkar.” (Tafsir Al Quran Al ’Azhim, 4/244. Darut Thayyibah). Namun Syaikh Syu’aib dan ‘Abdul Qodir Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini shahih dalam Zaadul Ma’ad (2/376))
[6] Keutamaannya : “Bahwa dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku sesuatu yang aku ucapkan jika aku berbaring di atas kasurku.” Beliau bersabda: “Bacalah Qul yaa ayyuhal kaafiruun,sesungguhnya itu merupakan pemutus dari kesyirikan.” (HR. At Tirmidzi No. 3403. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3403. Juga diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 2150, dari Jabalah bin Haritsah). Demikian keutamaan surat Al Kafirun, dan tak satu pun yang menyebutkan keutamaannya dibaca pagi dan sore secara rutin.
[7] Keutamaannya : Beliau bersabda: katakanlah “Qul Huwallahu Ahad dan Al Mu’awwidzatain (Al Falaq dan An Nas) pada sore hari dan pagi hari tiga kali, maka hal itu telah mencukupimu dari segala sesuatu.”. (Abu Daud No. 5082. Syaikh Al Albani mengatakan:hasan, dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud, No. 5082., Tirmidzi no. 3575, berkata: Hadits ini hasan shahih gharib. Syaikh Al Albani menghasankan dalam Shahih Wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3575)
[8] Diriwayatkan Imam Al Bazzar, sanadnya Jayyid (baik). Imam Al Haitsami, Majma’ Az Zawaid, 10/114. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, dan diriwayatkan Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab Al Adab Bab Ma Yaqulu Idza Ashbah, No. 5071, dengan tanpa lafaz: Laa Ilaha Illa Huwa wa ilaihin nusyur. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud No. 5071.
[9] Imam Ahmad dalam Musnadnya, No. 15360, 15363, 15364. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih, sesuai syarat Bukhari-Muslim. (Tahqiq Musnad Ahmad, 24/77). Dan Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath Thabarani, perawi keduanya adalah shahih. Majma’ Az Zawaid, 10/116
[10] Keutamaannya : Jika dia telah menunaikan syukur pada siang harinya, dan barangsiapa yang membacanya pada sore, maka dia telah menunaikan syukur pada malam harinya. Para ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini. Tetapi umumnya mereka menyatakannya shahih. Imam Ibnu Hibban memasukkannya dalam kumpulan Shahihnya. Al Hafizh Ibnu Hajar mengakui penshahihan ini. (Fathul Bari, 11/131. Darul Fikr). Sementara Al Hafizh menghasankan dalam An Nataij Al Afkar. (Raudhatul Muhadditsin No. 5376)
[11] Keutamaannya : Dua malaikat tidak sanggup mencatatnya dan tidak tahu cara mencatat pahala ucapan ini (saking besarnya). Diriwayatkan (1) Imam Ibnu Majah dalam Sunannya, Kitabul Adab Bab Fadhlu Al Hamidin, No. 3801. (2) Imam Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 13118. Juga dalam Al Mu’jam Al Awsath, No. 11305. Syamilah. (3) Imam Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 4215. Syamilah. (4) Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal, No. 5127, 6441. (5) Abul Fadhl As Sayyid Abul Ma’athi An Nuri, Al Musnad Al Jami’, No. 8100. Dalam sanad hadits ini terdapat Qudamah bin Ibrahim, dalam Az Zawaid disebutkan bahwa Ibnu Hibban memasukkannya dalam At Tsiqat (orang-orang terpercaya). Dan, Shadaqah bin Basyir belum ada orang yang menjarh (kritik)-nya, dan mentsiqahkannya. Sedangkan semua perawi lainnya adalah tsiqat. (Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdul Hadi As Sindi, Hasyiah ‘Ala Ibni Majah, No. 3791. Mawqi’ Ruh Al Islam) Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini. (Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3801).
[12] Keutamaannya : Allah pasti akan meridhainya. Diriwayatkan (1) Abu Daud no. 5072, (2) Nasa’I no. 9832, (3) Tirmidzi no. 3499 katanya Hasan Gharib, (4) Musnad Imam Ahmad no. 18967-8, (5) Thabrani no. 13852, (6) Ibnu Majah no. 3870, (7) Al Hakim no. 1904, katanya Shahih sanadnya, tapi tidak dikeluarkan shahihain.Dishahihkan Al Hafizh Al Mizzi bagian awalnya, dan perawi Imam Ahmad dan Imam Ath Thabarani adalah tsiqat. (Imam Al Haitsami, Majma’ Az Zawaid, 10/116. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) yang dimaksud bagan awal adalah bacaan radhitu billahi rabba tersebut. Az Zawaid: isnadnya shahih, dan perawinya adalah tsiqat. DidhaifkanSyaikh al albani. Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani: sanad riwayat Abu Daud adalah kuat namun mendhaifkan riwayat At Tirmidzi.
[13] Keutamaannya : Dari Juwairiyah Radhiallahu ‘Anha (isteri nabi), bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar darinya pagi-pagi sekali ketika shalat subuh, saat itu dia sedang di tempat shalatnya. Lalu ketika dhuha Nabi kembali dan dia masih duduk. Maka Nabi bersabda kepadanya: “Kau masih duduk saja sebagaimana tadi aku tinggalkan.” Juwairiyah menjawab: “Ya.” Lalu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya telah katakan setelahmu empat kalimat sebanyak tiga kali, yang seandainya kalimat itu ditimbang dengan apa yang kamu lakukan sejak tadi niscaya lebih berat. Diriwayatkan : (1) Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 647, (2) Shahih Muslim no. 2726, (3) Abu Daud no. 1503. (4) Tirmidzi no.3626, (5) Nasai no. 1335, (6) Ibnu Majah no. 3808, dll.
[14] Keutamaannya : Niscaya tidak ada sesuatu pun yang mencelakakannya. Diriwayatkan oleh (1) Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 660, (2) Tirmidzi dalam Sunannya No. 3388. Katanya: hasan shahih gharib, (3) Abu Daud No. 5088, (4) Ibnu Majah No. 3869, (5) Ibnu Abi Syaibah No. 2, (6) Al Hakim dalam Al Mustadrak ‘alash Shahihain, No. 1895. Katanya: isnadnya shahih, tetapi Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya, (7) Ibnu Hibban dalam Shahihnya, No. 852, 862, (8) Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 446, (9) Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, No. 346. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya. (Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3388, Shahih wa Dhaif Sunan Abu Daud No. 5088, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3869, Shahihul Jami’ No. 5745)
[15] Diriwayatkan (1) Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 19606, (2) Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath No. 3503, (3) Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, Juz 7, Bab 61, No. 1, (4) Imam Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir, Juz. 9, Hal. 58. Hadits ini didhaifkanoleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth, lantaran kemajhul-an Abu Ali Al Kahili. Syaikh Al Albani telah menilai hadits Abu Musa ini sebagaihasan li ghairih. (Shahih At Targhib wat Tarhib No. 36) lantaran adanya penguat dari jalur Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu.
[16] Keutamaannya : Barangsiapa membaca (doa di atas) Maka dia tidak akan dicelakakan oleh gigitan beracun pada malam itu. Diriwayatkan (1) At Tirmidzi No. 3605, Imam At Tirmidzi mengatakan: hadits ini hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan. (Shahihul Jami’ No. 6427). (2) Imam Muslim dalam Shahihnya No. 2708, (3) Imam Ahmad dalam Musnadnya, No. 15709, 23083, 23650, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. (4) Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3518, dari Abu Hurairah. Juga No. 3547, dari Khaulah binti Hakim, semuanya shahih. (5) Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 2566, dari Khaulah binti Hakim, (6) Imam Malik dalam Al Muwaththa’ No. 1763, (7) Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 2680, (8) Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 2700, (9) Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 8280, dari Abu Hurairah, katanya shahih sesuai syarat Imam Muslim, (10) Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 10102, (11) Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 6688, dari Abu Hurairah.
[17] HR. Bukhari No. 364, 2736, 6002, Muslim No. 1365, Ahmad No. 12616, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 12535, Abu Ya’la No. 3703, Ath Thabarani dalam Ad Du’a No. 1349, dan lain-lain.
[18] Keutamaannya: disebutkan dalam hadits, Dia (Abu Bakrah) menjawab: “Benar, wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa dengan semua itu, maka aku suka jika aku berjalan di atas sunnahnya.” Diriwayatkan oleh (1) Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 20430, (2)Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 701, (3) Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 5090, (4) Imam An Nasa’i No. 22, 572, 651, (5) Imam Ibnus Sunni No. 69, (6) Imam Ibnu Abi Syaibah 7/26. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya hasan. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 20430). Syaikh Al Albani juga menghasankannya. (Adabul Mufrad, 1/244. Lihat juga Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 5090)
[19] Keutamaannya : “Barangsiapa membacanya ketika sore hari dan kemudian meninggal pada malam itu, maka ia akan masuk surga. Dan, barangsiapa membacanya pada pagi hari serta meyakini kandungannya, kemudian meninggal pada hari itu, maka ia akan masuk surga.” Hadits shahih ini diriwayatkan oleh (1) Imam Al Bukhari dalam Shahihnya No. 5947, 5964, (2) Abu Daud dalam Sunannya No. 5070, (3) At Tirmidzi dalam Sunannya No. 3393, (4) Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3872, (5) Nasa’i dalam Sunannya No. 5522, (6) Ahmad dalam Musnadnya No. 23013, (7) Baihaqi dalam Ad Da’awat Al Kabir No. 31, (8) Thabarani dalam Ad Du’a No. 309, (9) Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 1309.
[20] Keutamaannya: “Barang siapa yang berkata: Astaghfirullahal ‘Azhim alladzi laa ilaha illa huwa al hayyu al qayyum wa atuubu ilaih, sebanyak tiga kali, niscaya diampuni dosa-dosanya walaupun dosanya semerbak merata.” HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2550, katanya: shahih sesuai syarat Imam Muslim. Juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi No. 3577, katanya: hadits gharib. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3577)
[21] Keutamaannya : “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat ‘subhanallah wa bi hamdih’ di pagi dan sore hari sebanyak 100x,maka tidak ada yang datang pada hari kiamat yang lebih baik dari yang ia lakukan kecuali orang yang mengucapkan semisal atau lebih dari itu.” (HR. Muslim (4/2071, no. 2692)
[22] Keutamaannya: Dalam hadits disebutkan bahwa barangsiapa yang menyebutkan dzikir tersebut sebanyak 10 x, Allah akan mencatatkan baginya 10 kebaikan, menghapuskan baginya 10 kesalahan, ia juga mendapatkan pahala semisal memerdekakan 10 budak, Allah akan melindunginya dari gangguan setan, dan jika ia mengucapkannya di sore hari, ia akan mendapatkan keutamaan semisal itu pula. Diriwayatkan Nasai no. 24 dari hadits Abu Ayyub Al Anshori radhiyallahu ‘anhu. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/272, no. 650), Tuhfatul Akhyar – Syaikh Ibnu Baz. Dan HR. Abu Daud no. 5077, Ibnu Majah no. 3867, Ahmad 4/60. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/270), Shahih Abu Daud (3/957), Shahih Ibnu Majah (2/331), Zaadul Ma’ad (2/377) dan dalamnya ada lafazh “10 x”
[23] HR. Al Hakim dan beliau menshahihkannya, Adz Dzahabi pun menyetujui hal itu (1/545). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/273, no. 654)
[24] HR. Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 54, Ibnu Majah no. 925. Syaikh ‘Abdul Qodir dan Syu’aib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan dalam tahqiq Zaadul Ma’ad 2/375.
[25] HR. Bukhari dalam Fathul Bari (11/101, no. 6307) dan Muslim (4/2075, no. 2702)
[26] Keutamannya: Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula Shahihul Jami’)
[27] Keutamaannya : (1) Dari Abu Darda’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat untukku sepuluh kali di pagi dan sore hari, maka ia akan mendapatkan syafa’atku di hari kiamat nanti.” (HR. Thobroni melalui dua isnad, keduanya jayyid. Lihat Majma’ Az Zawaid (10/120) dan Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/273, no. 656). (2) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepada orang itu sepuluh kali.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 645, Muslim No. 408, Abu Daud No. 1530 . At Tirmidzi No. 485, An Nasa’i No. 678. Ahmad No. 8854, 8882, 10287, Abu Ya’la No. 6495, Ibnu Hibban No. 906).

SHOLAT GERHANA SESUAI NABI SAW

MutiaraPublic.com – Kita mungkin mendengar istilah Shalat Kusufian (shalat 2 Gerhana. yaitu shalat dikarenakan terjadinya Gerhana Bulan, dan Gerhana Matahari. Dalam artian, jika terjadi Gerhana Bulan maka kita lakukan (laksanakan) shalat Khusuf, dan jika terjadi Gerhana Matahari maka kita lakukan shalat Kusuf, sesungguhnya kedua shalat ini hukumnya adalah sunah muakad.
Waktu melaksanakan shalat gerhana bulan yakni dimulai dari terjadinya Gerhana Bulan itu sendiri hingga terbit kembali, atau dengan kata lain sampai Bulan tersebut nampak utuh, sedangkan waktu melaksanakan shalat Gerhana Matahari yaitu dimulai dari timbulnya Gerhana Matahari itu sendiri hingga matahari tersebut kembali sebagaimana biasanya, atau sampai terbenam.
Cara Mengerjakan Shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari :
  • Yang Pertama : Shalat 2 raka’at sebagaimana shalat biasanya, boleh kita melaksanakannya sendiri-sendiri, atau mungkin lebih utama jika kita melaksanakannya secara berjama’ah
  • Yang Kedua : Shalat 2 raka’at dengan 4 kali rukuk, dan juga 4 kali sujud, yaitu pada raka’at pertama (sesudah rukuk dan i’tidal) kita membaca surat Al-Fatihah lagi, selanjutnya kita terus melakukan rukuk sekali lagi dan i’tidal, kemudian kita terus sujud selnjutnya sebagaimana biasa. Dan pada raka’at kedua juga kita lakukan seperti halnya pada raka’at yang pertama. Jadi dengan demikian shalat Gerhana tersebut seluruhnya berjumlah 4 rukuk, 4 fatihah dan 4 sujud.
Apabila shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari tersebut dilaksanakan seperti shalat biasanya yakni 2 raka’at dengan 2 rukuk, maka hal itu tidak menjadi halangan juga (cukup sah pula).
Berikut bacaan Niat Shalat Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari :
Gerhana Bulan

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

{” Ushallii Sunnatal Khusuufil-Qomari Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}
Artinya : {” Saya niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala “}
Gerhana Matahari

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

{” Ushallii Sunnatal Kusuufis-Syamsi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}
Artinya : {” Aku niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah ta’ala “}

NB.: Sebaiknya didalam melaksanakan Shalat Gerhadan Bulan, Bacaan fatihah dan juga bacaan surat dalam shalat tersebut dinyaringkan (dikeraskan), sedangkan dalam melaksanakan shalat Gerhana Matahari bacaan tersebut tidak dinyaringkan (tidak dikeraskan). Dan dalam membaca surat disetiap raka’atnya disunahkan pula membaca surat-surat yang panjang.

SHOLAT JAMA' DAN QASHOR SESUAI TUNTUNAN NABI SAW

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

I. PENGERTIAN SHOLAT JAMA'
Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya’.

Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini :
 a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
 b. Apabila turun hujan lebat
 c. Karena sakit dan takut
 d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba’ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali).

Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.

Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama’ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 293).

Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).

Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami’ 1070).

Shalat Jama' Dapat Dilaksanakan dengan 2 (dua) Cara :
1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib.

Syarat Sah Jama' Taqdim :
a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama
b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua
c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting
d. Niat jama' yang dibarengkan dengan Takbiratul Ihram shalat yang pertama, misalnya Dhuhur.

2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan pada waktu shalat Isya’.

Syarat Sah Jama' Ta’khir :
a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat Dzuhurku diwaktu Ashar.”
b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.

Catatan :
Dalam Jama' ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat kedua. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW dipeperangan Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau kumpulkan antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat Ashar. Dalam shalat Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib dengan Isya’ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau singgah (berhenti) untuk Isya’ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.

HUKUM MENJAMA’ SHOLAT JUM’AT DENGAN ASHAR
Tidak diperbolehkan menjama’ antara shalat Jum’at dengan shalat Ashar dengan alasan apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan lain. Walaupun dia adalah orang yang diperbolehkan menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar.

Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami (tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).

Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ dengan shalat lain.(Lihat Majmu’ Fatawa Syaihk Utsaimin 15/369-378).

HUKUM MUSAFIR SHALAT DIBELAKANG MUKIM
Shalat berjama’ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila seorang musafir shalat dibelakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat imam tersebut yaitu 4 raka’at, namun apabila ia shalat bersama-sama musafir maka shalatnya di qashar (dua raka’at). Hal ini didasarkan atas riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma. Berkata Musa bin Salamah : Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas, lalu aku bertanya :”Kami melakukan shalat 4 raka’at apabila bersama kamu (penduduk Makkah), dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami shalat dua raka’at?” Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menjawab: “Itu adalah sunnahnya Abul Qasim (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam).” (Riwayat Imam Ahmad dengan sanad shahih. Lihat Irwa’ul Ghalil no 571 dan Tamamul Minnah, Syaikh AL ALbani 317).

HUKUM MUSAFIR MENJADI IMAM MUKIM
Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia meng-qashar shalatnya maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai selesai (4 raka’at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam yang musafir memberi tahu makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah mereka (makmum yang mukim) meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak mengikuti salam setelah dia (imam) salam dari dua raka’at. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk Makkah, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata : “Sempurnakanlah shalatmu (4 raka’at) wahai penduduk Makkah! Karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan sampai empat raka’at setelah beliau salam. (lihat Al Majmu Syarah Muhadzdzab 4/178 dan Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/269).

Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia shalat 4 raka’at (tidak meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah sunnah mu’akkadah dan bukan wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdir Rahman Al Bassam 2/294-295).

HUKUM SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat jum’at bagi musafir, namun apabila musafir tersebut tinggal disuatu daerah yang diadakan shalat Jum’at maka wajib atasnya untuk mengikuti shalat Jum’at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik, imam Syafi’i, Ats Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll. (lihat AL Mughni, Ibnu Qudamah 3/216, Al Majmu’ Syar Muhadzdzab, Imam Nawawi 4/247-248, lihat pula Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/370).

Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak shalat jum’at dalam safarnya, juga ketika haji wada’, beliau SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama’ dengan Ashar. (lihat Hajjatun Nabi SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hal 73). Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah) Radhiallahu Anhum dan para sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak shalat Jum’at dan menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal bersama dia (Al Hasan Al Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak shalat Jum’at.”

Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun, beliau tidak melaksanakan shalat Jum’at.

Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang berdasar hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

II. PENGERTIAN SHOLAT QASHAR
Shalat yang diringkas, yaitu shalat fardhu yang 4 (empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan Isya’) dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing dilaksanakan tetap pada waktunya. Sebagaimana menjamak shalat, meng-qashar shalat hukumnya sunnah. Dan ini merupakan rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan tertentu.

Syarat Meng-qashar :
1. Bepergian yang bukan untuk tujuan maksiat
2. Jauh perjalanan minimal 88,5 km
3. Shalat yang di-qashar adalah ada' (bukan qadla') yang empat rakaat.
4. Tidak boleh bermakmum pada orang yang shalat sempurna (tidak di-qashar).

Perhatikan Hadist Nabi SAW :
”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka’at saja sehingga beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di Mekkah di masa Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para Jama’ah dua raka’at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda Rasulullah SAW : ”Wahai penduduk Mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka’at lagi, kami adalah orang-orang yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud).

Sedangkan Cara Melaksanakan Shalat Qashar :
1. Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.
2. Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian salam.

Firman Allah SWT :
”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101).

Nabi SAW bersabda :
”Dari Ibnu Abbas R.A. ia berkata : ”Shalat itu difardhu-kan atau diwajibkan atas lidah Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat dan didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim).

JARAK DIPERBOLEHKAN MENG-QASHAR SHOLAT
Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir baik safar dekat atau safar jauh, karena tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 km agar tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil shahih yang jelas. (lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm 21/5, Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 1/481, Fiqhua Sunnah, Sayyid Sabiq 1/307-308, As Shalah, Prof. Dr. Abdullah Ath Thayyar 160-161, Al Wajiz, Abdul Adhim Al Khalafi 138).

Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan diperbolehkannya meng-qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak ber-ijtihad. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/265).
Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan kampung halamannya sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul ‘Adhim Al Khalafi 138).

Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan) kota Madinah.”

Berkata Anas Radhiallahu ‘Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah 4 raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).

III. SYARAT DAN KETENTUAN SHOLAT JAMAK QOSHOR
Salah satu rukhsah/keringanan yang Allah berikan kepada umat muslim adalah adanya kebolehan mengqashar (meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi dua rakaat serta menjamak shalat dalam dua waktu dikerjkan dalam satu waktu.

Beberapa Ketentuan Sholat Qashar :
1. Kebolehan qashar shalat hanya berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang jarak perjalanan yang ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48 mil.

Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam dikalangan para ulama. Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 138,24 km (ini berdasarkan analisa atas pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` san satu zira` 48 cm)
Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini berdasarkan kepada pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil adalah 3.500 zira`. 1 Zira` 48 cm. Selain itu ada juga beberapa pandangan yang lain.
Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah
  • Safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat maksiat (ma`shiah bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan merampok, berjudi dll) tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat. Baru dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis safr) bila tujuan dari perjalanannya memang untuk berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan ia melakukan maksiat (ma`shiat fis safr)  maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam perjalanan tersebut.
  • Perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang berjalan tanpa arah tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.
  • Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.

2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari kampungnya sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.

3. Mengetahui boleh qashar
      Seseorang yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal tersebut boleh maka shalatnya tidak sah.
      Ketiga ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.

      4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun shalat sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar. Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal dalam safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar. Demikian juga sebaliknya shalat yang luput dalam masa safar bila diqadha dalam masa telah habis safar maka tidak boleh diqashar.[1]

      5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:
          اصلى فرض الظهر مقصورة
          “saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”

          Bila ia berniat qashar setelah takbiratul iharam maka tidak dibolehkan untuk qashar shalat.

          6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun hanya sebentar. Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna maka shalatnya mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).
            7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya timbul niat dalam hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna( 4 rakaat) atau timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar apakah sebaiknya ia mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul hal demikian maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan shalat secara sempurna bila timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang  niatnya apakah qashar ataupun shalat sempurna, walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.

            8. Selama dalam shalat ia harus masih berstatus sebagai musafir.
                Apabila dalam shalatnya hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena kendaraan yang ia tumpangi telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat bermukim didaerah tersebut maka shalatnya tersebut wajib disempurnakan.

                Shalat Jamak
                Ada dua macam shalat jamak, jamak taqdim dan jamak ta`khir.  Jamak  taqdim adalah mengerjakan kedua shalat dalam waktu pertama, misalnya shalat ashar dikerjakan dalam waktu dhuhur, atau shalat isya dikerjakan dalam waktu maghrib. Sedangkan Jamak ta`khir adalah sebaliknya yaitu mengerjakan kedua shalat yang dijamak dalam waktu kedua, misalnya shalat dhuhur dikerjakan bersamaan dengan Ashar dalam waktu Ashar dan shalat maghrib dikerjakan bersamaan dengan Isya dalam waktu Isya.
                Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi jamak taqdim dan takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau bagi jamak takhir saja.
                Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak taqdim adalah:
                1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah dengan ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan no. 1, no. 2 dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)
                2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan Isya, kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.
                Adapun Beberapa Ketentuan Khusus Bagi Jamak Taqdim :
                1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan shalat dhuhur bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa shalat ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan boleh bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
                2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan shalat yang awal, misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu dikerjakan dhuhur.
                3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua
                4. Meyakini sah shalat yang pertama.
                5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar yang menjadi pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat shalat yang ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
                Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah dhuhur (misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.

                Ketentuan Khusus pada Jamak Ta'khir :
                1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita amsih berada dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat waktu tersebut akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu rakaat shalat.
                2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.
                Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu atau ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.

                Referensi :
                Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra
                Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah
                Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra

                SAMPAI KAPAN MUSAFIR BOLEH MENJAMAK QASHAR SHALAT
                Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan meng-qashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar) ulama yang termasuk didalamnya imam empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali Rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu.

                Al-Malikiyah & Al-Syafiiyah (3 Hari)

                Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahih-nya bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah mereka menunaikan hajinya.
                لِلْمُهَاجِرِ إِقَامَةُ ثَلَاثٍ بَعْدَ الصَّدَرِ بِمَكَّةَ
                "Untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan manasik)" (HR Muslim)  

                Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm (1/215) menjelaskan maksud hadits ini, beliau katakan:
                "mukimnya Muhajir di Mekkah itu 3 hari batasnya (sebagai musafir), maka jika melebihi itu, ia telah bermukim di Mekkah (jadi mukim yang tidak bisa dapat rukhshoh)"

                Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam fathul-Baari (7/267) mengatakan bahwa istinbath hukum dari hadits Nabi tersebut adalah bahwa seorang musafir jika berniat singgah/tinggal di kota tujuan kurang dari 3 hari, ia masih berstatus sebagai musafir yang boleh jama' dan qashar sholat. Akan tetapi jika melebihi itu, tidak lagi disebut sebagai musafir.

                IV. NIAT DAN TATA CARA SHOLAT JAMA’ QHASAR
                Adakalanya kita mengadakan perjalanan jauh atau berpergian yang membutuhkan waktu perjalanan yang panjang, misalnya naik pesawat terbang, kapal laut, karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya. Hal itu menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah sholat. Padahal sholat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga. Kasih sayang Allah SWT kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan sholat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu. Apa sajakah itu? Mari kita pelajari materi berikut ini.

                Orang yang sedang bepergian itu dibolehkan memendekkan shalat atau meringkas shalat yang jumlah shalatnya empat raka’at menjadi dua raka’at (shalat qashar). Dibolehkan pula mengumpulkan shalat dalam satu waktu, shalat Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya’ (shalat jama’). Sedangkan shalat Subuh tidak bisa diqoshor maupun dijama’ tapi untuk shalat Maghrib bisa dijama’ dan tidak bisa diqoshor.

                Men-jama' shalat ada 2. Bila dilakukan waktu shalat yang awal (misalnya Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu Dhuhur), maka dinamakan jama' takdim dan bila dilakukan pada waktu yang kedua (seperti Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu ashar) maka disebut jama' ta'khir.

                A. SHALAT DHUHUR JAMAK TAQDIM DENGAN SHALAT ASHAR
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Dhuhur. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar.

                Niat Shalat Dhuhur Jamak Taqdim dengan Shalat Ashar

                USHALLII FARDLADH DHUHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TAQDIIMIIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Dhuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Ashar Jamak Taqdim dengan Shalat Dhuhur

                USHALLII FARDLAL ASHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Asyar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dzuhur dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                B. SHALAT DHUHUR JAMAK TAKHIR DENGAN SHALAT ASHAR
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Ashar. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar.

                Niat Shalat Dhuhur Jamak Ta’khir dengan Shalat Ashar

                USHALLII FARDLADH ‘DHUHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ASHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Dzuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Asyar dengan jamak ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Ashar Jamak Ta’khir dengan Shalat Dhuhur

                USHALLII FARDLAL ‘ASHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Ashar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                C. SHALAT DZUHUR QASHAR DAN SHALAT ASHAR QASHAR
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu masing-masing. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

                Niat Shalat Dhuhur Qoshor
                اصلى فرض الظهرركعتين قصرا لله تعالى

                USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
                “Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Ashar dengan Qoshor
                اصلى فرض العصرركعتين قصرا لله تعالى

                USHALLII FARDLAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
                “Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”.

                D. SHALAT DHUHUR JAMAK TAQDIM BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ASHAR
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Dhuhur. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

                Niat Shalat Dhuhur Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Ashar

                USHOLLI FARDLODZ-DZUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Ashar Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur

                USHALLII FARDHAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

                E. SHALAT DHUHUR JAMAK TA'KHIR BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ASHAR
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Ashar. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

                Niat Shalat Dhuhur Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Ashar

                USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Ashar Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur

                USHALLII FARDLAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

                F. SHALAT MAGHRIB JAMAK TAKDIM DENGAN SHALAT ISYA’
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Maghrib. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’.

                Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim dengan Shalat Isya’

                USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ISYAA’I JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim dengan Shalat Maghrib

                USHALLII FARDLAL ISYAI ARBA'A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Isya' empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                G. SHALAT MAGHRIB JAMAK TA’KHIR DENGAN SHALAT ISYA’
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’.

                Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir dengan Shalat Isya’

                USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ISYAA’I JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir dengan Shalat Maghrib

                USHALLII FARDLAL ISYAA’I ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Isya’ empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                H. SHALAT ISYA’ QASHAR
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

                Niat Shalat Isya’ dengan Qoshor
                اصلى فرض العشاء ركعتين قصرا لله تعالى

                USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
                “Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”.

                I. SHALAT MAGHRIB JAMAK TAQDIM BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ISYA’
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Maghrib. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

                Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Isya’

                USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ISYA’I JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib

                USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK'ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

                J. SHALAT MAGHRIB JAMAK TA’KHIR BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ISYA’
                Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

                Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Isya’

                USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ISYA’I JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib

                USHALLII FARDLADH ISYA’I RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                “Aku niat Shalat Isya’  dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Catatan :

                Bila sholat diatas dikerjakan sendirian (munfarid), maka niat sholat tidak perlu ditambahi ma'muman/imaman, jadi langsung saja Lillahi Ta'ala.

                Sekian pembelajaran tentang “Tata Cara Sholat Jamak Qashar”. Tolong untuk diamalkan dan ilmunya dibagi ke yang lainnya. Semoga kita semua menjadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, Amin Ya Robbal ‘Alamin.


                Semoga bermanfaat, wallahu a'lam bis showab.
                Wassalamu’alaikum Wr. Wb.





                http://fawaiq.blogspot.com/2014/01/hukum-dan-tata-cara-sholat-jamak-qoshor.html