f 04/16/16 ~ Urwatun Wursqa
  • Pondok Pesantren Mafaza Yogyakarta

    Sebuah Pondok pesantren yang ada di Yogyakarta, tempatku membangun karakter dan mental dengan ilmu agama yang diajarkan...

  • Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Sebuah kampus yang akan membangun kader pemimpin bangsa dan penegak hukum yang amanah dan dapat dipercaya http://uin-suka.ac.id/...

  • Kampus MAN Lab. UIN Yogyakarta

    Lembaga setingkat SMA, yang dalam lembaga itu aku memulai belajar berorganisasi, belajar bertanggung jawab, serta belajar menjadi pemimpin...

  • Kementrian Agama Republik Indonesia

    Salah satu kementrian yang ada dalam susunan penerintahan, yang suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin di Kementrian Agama Tersebut...

Sabtu, 16 April 2016

DETIK-DETIK UJIAN, UJIANKU ADALAH IBADAHKU … MAJU, SEMANGAT, OPTIMISME KARENA ALLAH SWT.

Oleh: 
Muhammad Luthfi Firmansyah, MAN Lab. UIN Yogyakarta
Anak-Anakku, yang besok akan menghadapi ujian pada 4 April 2016,
Ujian adalah sarana untuk menaikkan kapasitas seseorang. Baik ujian sekolah terlebih ujian hidup.
Dalam menghadapi ujian, satu kata kunci terpenting adalah KETENANGAN, jangan panik. Orang yang galau/gelisah akan kehilangan sebagian potensi kemampuannya. Karena untuk mengatasi kegelisahannya pun, akan menyita tenaga, pikiran, dan energi staminanya. Sehingga, orang yang dalam kondisi galau, stress, tertekan, tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik, otak tidak akan bisa berpikir dengan jernih. Bagi yang masih belum tenang minta ketenangan kepada Allah swt., hanya Allah swt. sumber ketenangan.
Kiat singkat menghadapi ujian;
Ingat ujian, Ingat Allah
Sempurnakan ikhtiar, belajar maksimal
Minta Doa Orang tua
Sedekah setelah subuh, tebarkan mafaat kepada siapapun
Menjaga Wudhu
Jangan terpikir untuk berbuat curang
Jangan berhenti berdo’a setelah ujian usai
Doa agar diberikan kemudahan urusan
اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
“Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa” [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah].
*Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (3/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami’ul Ahadits, 6/257, Asy Syamilah)
Semoga Allah swt memudahkan segala urusan kita, aamiin …

Kisah Sahabat Nabi: Ammar bin Yasir, Calon Penghuni Surga

Blogpspot.com
Ilustrasi
Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Yasir bin Amir, ayahanda Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya ia berkenan dan merasa betah tinggal di Makkah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.

Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan ini, kedua suami istri itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar.

Keislaman mereka termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun(generasi pertama). Dan sebagaimana halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy.

Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap Kaum Muslimin sesuai situasi dan kondisi. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit.

Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Makkah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala.

Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini. Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa.
Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri dan menakutkan, namun Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur.

Rasulullah SAW selalu mengunjungi tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri.

Pengorbanan-pengorbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan akidah keteguhan yang takkan lapuk. Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati orang-orang beriman dengan rasa simpati, kebanggaan dan kasih sayang. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi generasi-generasi mendatang untuk mencapai hakikat agama, kebenaran dan kebesarannya.

Demikianlah, berlaku pula bagi agama Islam. Makna ini telah dijelaskan oleh Al-Qur'an kepada Kaum Muslimin bukan hanya pada satu atau dua ayat.

Firman Allah SWT: "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman” padahal mereka belum lagi diuji?" (QS Al-Ankabut: 2)

"Apakah kalian mengira akan dapat masuk surga, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antara kalian, begitu pun orang-orang yang tabah?"
 (QS Ali Imran: 142)

"Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang benar dan terbukti pula orang-orang yang dusta." (QS Al-Ankabut: 3)

Memang demikianlah Al-Qur’an mendidik putra dan para pendukungnya, bahwa pengorbanan merupakan esensi atau saripati keimanan. Dan bahwa kepahlawanan menghadapi kekejaman dan kekerasan dihadapi dengan kesabaran, keteguhan dan pantang mundur. Maka Sumayyah, Yasir, dan Ammar adalah golongan luar biasa yang beroleh berkah ini.

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Ammar berkata, "Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak."

Rasulullah SAW berkata, "Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan... Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah surga!"

Siksaan yang diami oleh Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat. Berkata Amar bin Hakam, "Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya.”

Ammar bin Maimun melukiskan, "Orang-rang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya, memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda, 'Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim!”

Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah dapat menekan jiwa Ammar, walau telah menekan punggung dan menguras tenaganya. Ia baru merasa dirinya benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk dan para penderanya menghabiskan segala daya upaya dalam melampiaskan kezaliman dan kekejiannya. Semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.

Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-orang itu berkata kepadanya, “Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!”

Ammar pun mengikuti perintah mereka tanpa menyadari apa yang keluar dari bibirnya. Ketika siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya, maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tak dapat ditebus dan diampuni lagi.

Ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya berkata, "Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu?”

“Benar, wahai RasuIullah," ujar Ammar.

Rasulullah tersenyum berkata, “Jika mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi!”

Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini: "Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan..." (QS An-Nahl: 106)

Kembalilah Ammar diliputi oleh ketenangan dan dera yang menimpa tubuhnya. Ia tak lagi merasakan sakit. Jiwanya tenang. Ia menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah, bertekuk lutut di hadapan tembok keimanan yang begitu kokoh.

Setelah Rasulullah SAW ke Madinah, kaum Muslimin tinggal bersama beliau bermukim di sana, secepatnya masyarakat Islam terbentuk dan menyempurnakan barisannya. Maka di tengah-tengah masyarakat Islam yang beriman ini, Ammar pun mendapatkan kedudukan yang tinggi. Rasulullah amat sayang kepadanya, dan beliau sering membanggakan keimanan dan ketakwaan Ammar kepada para shahabat.

Rasulullah bersabda, "Diri Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya!”

Dan sewaktu terjadi selisih paham antara Khalid bin Walid dengan Ammar, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memusuhi Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah. Dan siapa yang membenci Ammar, maka ia akan dibenci Allah!"

Maka tak ada pilihan bagi Khalid bin Walid, pahlawan Islam itu, selain segera mendatangi Ammar untuk mengakui kekhilafannya dan meminta maaf.

Jika Rasulullah SAW telah menyatakan kesayangannya terhadap seorang Muslim demikian rupa, pastilah keimanan orang itu, kecintaan dan jasanya terhadap Islam, kebesaran jiwa dan ketulusan hati serta keluhuran budinya telah mencapai batas dan puncak kesempurnaan.

Demikian halnya Ammar, berkat nikmat dan petunjuk-Nya, Allah telah memberikan kepada Ammar ganjaran setimpal, dan menilai takaran kebaikannya secara penuh. Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah dicapainya, maka Rasulullah menyatakan kesucian imannya dan mengangkat dirinya sebagai contoh teladan bagi para sahabat.

Beliau bersabda, “Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan Umar. Dan ambillah pula hidayah yang dipakai Ammar untuk jadi bimbingan!”

Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin membangun masjid di Madinah, beliau turut serta mengangkat batu dan melakukan pekerjaan yang paling sukar. Di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar.

Rasulullah juga melihat Ammar, dan langsung mendekatinya. Setelah berhampiran, maka beliau mengipaskan debu yang menutupi kepala Ammar dengan tangannya. kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya, "Malangnya Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!"

Kata-kata itu diulangi oleh Rasulullah sekali lagi... kebetulan bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat Ammar bekerja, hingga sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi kematiannya itu.

Para sahabat terkejut dan menjadi ribut karenanya, tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah menjelaskan, "Tidak, Ammar tidak apa-apa. Hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!"

Ammar mendengarkan ramalan itu dan meyakini kebenaran pandangan yang disingkapkan oleh Rasulullah. Tetapi ia tidak merasa gentar, karena semenjak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk menghadapi maut dan mati syahid di setiap detik, baik siang maupun malam.

Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah.

Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Ammar berdiri di samping menantu Rasulullah tersebut. Bukan karena fanatik atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang janji! Ali adalah khalifah kaum Muslimin, dan berhak menerima baiat sebagai pemimpin umat.

Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya. Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia “golongan pendurhaka”.

Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya. Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar.

Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah!

Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya.

Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah seorang berkata, “Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu bersabda, "Surga telah merindukan Ammar?"

"Benar," jawab yang lain.

“Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal..." timpal seorang lagi.

Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.


Sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/07/11/lo5zde-kisah-sahabat-nabi-ammar-bin-yasir-calon-penghuni-surga

Kisah Sahabat Nabi: Hamzah bin Abdul Muthalib, Pemimpin Para Syuhada

Ilustrasi
Add caption
warofweekly.blogspot.com
Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Pada suatu hari Hamzah bin Abdul Muthalib keluar dari rumahnya sambil membawa busur dan anak panah untuk berburu. Sejak muda, paman Rasulullah ini memang hobi dan gemar berburu binatang.

Setelah hampir seharian menghabiskan waktunya di tempat perburuan tanpa mendapatkan hasil, ia pun beranjak pulang. Sebelum kembali ke rumahnya, ia lebih dulu mampir di Ka'bah untuk melakukan thawaf.

Sebelum sampai di Ka'bah, seorang budak perempuan milik Abdullah bin Jud'an At-Taimi menghampirinya seraya berkata,"Hai Abu Umarah, andai saja tadi pagi kau melihat apa yang dialami oleh keponakanmu, Muhammad bin Abdullah, niscaya kamu tidak akan membiarkannya. Ketahuilah, bahwa Abu Jahal bin Hisyam telah memaki dan menyakiti keponakanmu itu, hingga akhirnya ia mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya."

Usai mendengarkan panjang lebar peristiwa yang dialami oleh keponakannya, Hamzah terdiam sambil menundukkan kepalanya sejenak. Ia kemudian membawa busur dan anak panahnya, kemudian bergegas menuju Ka'bah dan berharap dapat bertemu Abu Jahal di sana.

Sampai di Ka'bah ia melihat Abu Jahal dan beberapa pembesar Quraisy sedang berbincang-bincang. Dengan tenang Hamzah mendekati Abu Jahal. Lalu dengan gerakan yang cepat ia lepaskan busur panahnya dan dihantamkan ke kepala Abu Jahal berkali-kali hingga jatuh tersungkur. Darah segar mengucur deras dari dahinya.

"Mengapa kamu memaki dan mencederai Muhammad, padahal aku telah menganut agamanya dan meyakini apa yang dikatakannya? Sekarang, coba ulangi kembali makian dan cercaanmu itu kepadaku jika kamu berani!" bentak Hamzah kepada Abu Jahal.

Dalam beberapa saat, orang-orang yang berada di sekitar Ka'bah lupa akan penghinaan yang baru saja menimpa pemimpin mereka. Mereka begitu terpesona oleh kata-kata yang keluar dari mulut Hamzah yang menyatakan bahwa ia telah menganut dan menjadi pengikut Muhammad.

Tiba-tiba beberapa orang dari Bani Makhzum bangkit untuk melawan Hamzah dan menolong Abu Jahal. Tetapi Abu Jahal melarang dan mencegahnya seraya berkata,"Biarkanlah Abu Umarah melampiaskan amarahnya kepadaku. Karena tadi pagi, aku telah memaki dan mencerca keponakannya dengan kata-kata yang tidak pantas."

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang yang mempunyai otak yang cerdas dan pendirian yang kuat. Ia adalah paman Nabi dan saudara sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun kedua kenabian. Ia juga hijrah bersama Rasulullah SAW dan ikut dalam perang Badar. Pada Perang Uhud syahid dan Rasulullah menjulukinya dengan "Asadullah" (Singa Allah) dan menyebutnya "Sayidus Syuhada" (Penghulu atau Pemimpin Para Syuhada).


Ketika sampai di rumah, ia duduk terbaring sambil menghilangkan rasa lelahnya dan membawanya berpikir serta merenungkan peristiwa yang baru saja dialaminya.

Sementara itu, Abu Jahal yang telah mengetahui bahwa Hamzah telah berdiri dalam barisan kaum Muslimin berpendapat, perang antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin sudah tidak dapat dielakkan lagi.

Oleh sebab itu, ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melakukan tindak kekerasan terhadap Rasulullah dan pengikutnya. Bagaimanapun Hamzah tidak dapat membendung kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang lemah. Akan tetapi harus diakui, bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum Muslimin lainnya.

Lebih dari itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar Jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama Islam lebih mendalam. Sejak memeluk islam, Hamzah telah berniat untuk membaktikan segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan dakwah Islam.

Pada Perang Badar, Rasulullah menunjuk Hamzah sebagai salah seorang komandan perang. Ia dan Ali bin Abi Thalib menunjukkan keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa dalam mempertahankan kemuliaan agama Islam. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil memenangkan perang tersebut secara gilang gemilang.

Kaum kafir Quraisy tidak mau menelan kekalahan begitu saja, maka mereka mulai mempersiapkan diri dan menghimpun segala kekuatan untuk menuntut balas. Akhirnya, tibalah saatnya Perang Uhud di mana kaum kafir Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu untuk menghancurkan kaum Muslimin. Sasaran utama perang itu adalah Rasulullah dan Hamzah bin Abdul Muthalib.

Seorang budak bernama Washyi bin Harb diperintahkan oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb, untuk membunuh Hamzah. Wahsyi dijanjikan akan dimerdekakan dan mendapat imbalan yang besar pula jika berhasil menunaikan tugasnya.

Akhirnya, setelah terus-menerus mengintai Hamzah, Wahsyi melempar tombaknya dari belakang yang akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah hingga tembus ke bagian muka di antara dua pahanya. Tak lama kemudian, Hamzah wafat sebai syahid.

Usai sudah peperangan, Rasulullah dan para sahabatnya bersama-sama memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benak beliau bahwa moral bangsa arab telah merosot sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah. Dengan keji mereka telah merusak jasad dan merobek dada Hamzah dan mengambil hatinya.

Kemudian Rasulullah mendekati jasad Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah, Seraya berkata,"Tak pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana apa pun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana sekarang ini."

Setelah itu, Rasulullah dan kaum Muslimin menyalatkan jenazah Hamzah dan para syuhada lainnya satu per satu.

Ibnu Atsir dalam kitab Usud Al-Ghabah, mengatakan dalam Perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy. Sampai pada suatu saat ia tergelincir sehingga terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya. Lalu hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya. Namun Hindun memuntahkannya kembali karena bisa menelannya.

Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya: "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS An-Nahl: 126)

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq Sirah-nya, bahwa Ummayyah bin Khalaf bertanya pada
Abdurahman bin Auf, "Siapakah salah seorang pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?"

"Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib," jawab Abdurrahman bin Auf.

"Dialah yang membuat kekalahan kepada kami," ujar Khalaf.

Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang dua bilah pedang.

Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah SAW melihat Hamzah terbunuh, maka beliau menagis.

Sumber : Sirah Ibnu Ishaq dan sumber lain
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/07/25/lovp5n-kisah-sahabat-nabi-hamzah-bin-abdul-muthalib-pemimpin-para-syuhada

Kisah Sahabat Nabi: Habib bin Zaid, Keteguhan Hati Pembela Rasul

REPUBLIKA.CO.ID, Habib bin Zaid dibesarkan dalam sebuah rumah yang penuh keharuman iman di setiap sudutnya, di lingkungan keluarga yang melambangkan pengorbanan.

Ayah Habib, Zaid bin Ashim, adalah salah seorang dari rombongan Yatsrib yang pertama-tama masuk Islam. Zaid termasuk Kelompok 70 orang yang melakukan baiat dengan Rasulullah di Aqabah. Bersama Zaid bin Ashim turut pula di baiat istri dan dua orang putranya.

Ibu Habib, Ummu Amarah Nasibah Al-Maziniyah, merupakan wanita pertama yang memanggul senjata untuk mempertahankan agama Allah dan membela Nabi Muhammad SAW.

Saudaranya, Abdullah bin Zaid, adalah pemuda yang mempertaruhkan lehernya sebagai tebusan dalam Perang Uhud, untuk melindungi Rasul yang mulia. Tak heran jika Rasulullah berdoa bagi keluarga tersebut, "Semoga Allah melimpahkan barakah dan rahmat-Nya bagi kalian sekeluarga."

Cahaya iman telah menyinari hati Habib bin Zaid sejak dia masih muda belia, sehingga melekat kokoh di hatinya. Allah telah menakdirkannya bersama-sama ibu, bapak, bibi, dan saudaranya pergi ke Makkah, turun beserta Kelompok 70 untuk melakukan baiat dengan Rasulullah SAW dan melukis sejarah.

Habib bin Zaid mengulurkan tangannya yang kecil kepada Rasulullah sambil mengucapkan sumpah setia pada malam gelap gulita di Aqabah. Maka sejak hari itu, dia lebih mencintai Rasulullah daripada ayah bundanya sendiri. Dan Islam lebih mahal baginya daripada dirinya sendiri.

Habib bin Zaid tidak turut berperang dalam Perang Badar, karena ketika itu dia masih kecil. Begitu pula dalam Perang Uhud, dia belum memperoleh kehormatan untuk ikut ambil bagian, karena dia belum kuat memanggul senjata. Tetapi setelah kedua peperangan itu, dia selalu ikut berperang mengikuti Rasulullah SAW, dan bertugas sebagai pemegang bendera perang yang dibanggakan.

Pengalaman-pengalaman perang yang dialami Habib bagaimana pun besar dan mengejutkannya, pada hakikatnya tiada lain ialah merupakan proses mematangkan mental Habib untuk menghadapi peristiwa yang sungguh mengguncangkan hati, seperti terguncangnya miliaran kaum Muslimin sejak masa kenabian hingga masa kita sekarang.

Pada tahun ke-9 Hijriyah, tiang-tiang Islam telah kuat tertancap dalam di Jazirah Arab. Jamaah dari seluruh pelosok Arab berdatangan ke Yatsrib menemui Rasulullah SAW, masuk Islam di hadapan beliau, dan berjanji (baiat) patuh dan setia.

Di antara mereka terdapat pula rombongan Bani Hanifah dari Najd. Mereka menambatkan unta-untanya di pinggir kota Madinah, dijaga oleh beberapa orang kawannya. Seorang di antara penjaga ini bernama Musailamah bin Habib Al-Hanafy. Para utusan yang tidak bertugas menjaga kendaraan, pergi menghadap Rasulullah SAW. Di hadapan beliau mereka menyatakan masuk Islam beserta kaumnya. Rasulullah menyambut kedatangan mereka dengan hormat dan ramah tamah. Bahkan beliau memerintahkan supaya memberi hadiah bagi mereka dan bagi kawan-kawannya yang tidak turut hadir, karena bertugas menjaga kendaraan.

Tidak berapa lama setelah para utusan Bani Hanifah ini sampai di kampung mereka, Najd, Musailamah bin Habib Al-Hanafy murtad dari Islam. Dia berpidato di hadapan orang banyak menyatakan dirinya Nabi dan Rasul Allah. Dia mengatakan bahwa Allah mengutusnya menjadi Nabi untuk Bani Hanifah, sebagaimana Allah mengutus Muhammad bin Abdullah untuk kaum Quraisy. Bani Hanifah menerima pernyataan Musailamah tersebut dengan berbagai alasan. Tetapi yang terpenting di antaranya ialah karena fanatik kesukuan.

Seorang dari pendukungnya berkata, "Saya mengakui sungguh Muhammad itu benar dan Musailamah sungguh bohong. Tetapi kebohongan orang Rabi’ah (Musailamah) lebih saya sukai dari pada kebenaran orang Mudhar (Muhammad)."

Tatkala pengikut Musailamah bertambah banyak dan kuat, dia mengirim surat kepada Rasulullah: "Teriring salam untuk Anda. Adapun sesudah itu... Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi sekutu Anda. Separuh bumi ini adalah untuk kami, dan separuh lagi untuk kaum Quraisy. Tetapi kaum Quraisy berbuat keterlaluan."

Surat tersebut diantar oleh dua orang utusan Musailamah kepada Rasulullah SAW. Selesai membaca surat itu, Rasulullah bertanya kepada keduanya, “Bagaimana pendapat kalian (mengenai pernyataan Musailamah ini)?"

"Kami sependapat dengan Musilamah!" jawab mereka ketus.

Rasulullah bersabda, "Demi Allah, seandainya tidak dilarang membunuh para utusan, sesungguhnya kupenggal leher kalian."

Rasulullah membalas surat Musailamah sebagai berikut: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah pembohong. Keselamatan hanyalah bagi siapa yang mengikuti petunjuk (yang benar). Adapun sesudah itu... Sesungguhnya bumi ini adalah milik Allah, Dialah yang berhak mewariskannya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendakinya.
Kemenangan adalah bagi orang-orang yang takwa."

Surat balasan tersebut dikirimkan melalui kedua utusan Musailamah. Musailamah bertambah jahat, dan kejahatannya semakin meluas. Rasulullah mengirim surat lagi kepada Musailamah, memperingatkan supaya dia menghentikan segala kegiatannya yang menyesatkan itu. Beliau menunjuk Habib bin Zaid, untuk mengantarkan surat tersebut kepada Musailamah. Ketika itu Habib masih muda belia. Tetapi dia pemuda mukmin yang beriman kuat, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

Habib bin Zaid berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan Rasulullah kepadanya dengan penuh semangat, tanpa merasa lelah dan membuang-buang waktu. Akhirnya sampailah dia ke perkampungan Najd. Maka diberikannya surat Rasulullah itu langsung kepada Musailamah.

Ketika membaca surat tersebut, dada Musailamah turun naik karena iri dan dengki. Mukanya memerah disaput kemurkaan. Lalu diperintahkannya kepada pengawal supaya mengikat Habib bin Zaid.

Keesokan harinya, Musailamah muncul di majelisnya diiringkan para pembesar dan pengikutnya. Dia menyatakan majelis terbuka untuk orang banyak. Ia kemudian memerintahkan agar Habib bin Zaid diseret ke hadapannya. Habib masuk ke dalam majelis dalam keadaan terbelenggu, dan berjalan tertatih-tatih karena beratnya belenggu yang dibawanya.

Habib bin Zaid berdiri di tengah-tengah orang banyak dengan kepala tegak, kokoh dan kuat.

Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah kamu mengaku Muhammad itu Rasulullah?"

“Ya, benar! Aku mengakui Muhammad sesungguhnya Rasulullah!” jawab Habib tegas.

Musailamah terdiam karena marah. “Apakah kamu mengakui, aku sebagai Rasulullah?" tanya Musailamah lagi.

Habib bin Zaid menjawab dengan nada menghina dan menyakitkan hati. "Agaknya telingaku tuli. Aku tidak pernah mendengar yang begitu."

Wajah Musailamah berubah. Bibirnya gemeretak karena marah. Lalu katanya kepada algojo, "Potong tubuhnya sepotong!"

Algojo menghampiri Habib bin Zaid, lalu dipotongnya bagian tubuh Habib, dan potongan itu menggelinding di tanah.

Musailamah bertanya kembali, "Apakah kamu mengakui Muhammad itu Rasulullah?"

Jawab Habib, "Ya, aku mengakui sesungguhnya Muhammad Rasulullah!”

"Apakah kamu mengakui aku Rasulullah?"

"Telah kukatakan kepadamu, telingaku tuli mendengar ucapanmu itu!"

Musailamah kembali menyuruh algojo memotong bagian lain tubuh Habib, dan potongannya jatuh di dekat potongan yang pertama. Orang banyak terbelalak melihat keteguhan hati Habib yang nekat menentang sang nabi palsu.

Musailamah terus bertanya, dan algojo terus pula memotong-motong tubuh Habib berkali-kali sesuai dengan perintah Musailamah. Walaupun begitu, bibir Habib tetap berujar, "Aku mengakui sesungguhnya Muhammad Rasulullah!"

Separuh tubuh Habib telah terpotong-potong dan potongannya berserakan di tanah. Separuhnya lagi bagaikan onggokan daging yang bicara. Akhirnya, jiwa Habib melayang menemui Tuhannya. Kedua bibirnya senantiasa mengucapkan bahwa ia hanya mengakuai Muhammad SAW—yang telah ia baiat pada malam Aqabah—sebagai Rasulullah.

Setelah berita kematian Habib bin Zaid disampaikan orang kepada ibunya, Nasibah bin Maziniyah, ia hanya berucap, "Seperti itu pulalah aku harus membuat perhitungan dengan Musailamah Al-Kadzdzab. Dan kepada Allah jua aku berserah diri. Anakku Habib bin Zaid telah bersumpah setia dengan Rasulullah SAW sejak kecil. Sumpah itu dipenuhinya ketika dia muda belia. Seandainya Allah memungkinkanku, akan kusuruh anak-anak perempuan Musailamah menampar pipi bapaknya."

Beberapa lama kemudian, setelah kematian Habib bin Zaid, tibalah hari yang dinanti-nantikan Nasibah. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengerahkan kaum Muslimin memerangi nabi-nabi palsu, termasuk Musailamah Al-Kadzdzab. Kaum Muslimin berangkat untuk memerangi Musailamah. Dalam pasukan itu terdapat Nasibah Al-Maziniyah dan putranya, Abdullah bin Zaid.

Ketika perang di Yamamah itu telah berkecamuk, Nasibah membelah barisan demi barisan musuh bagaikan seekor singa, sambil berteriak, "Di mana musuh Allah itu, tunjukkan kepadaku!"

Ketika Nasibah menemukan Musailamah, sang nabi palsu ternyata telah pulang ke akhirat, tewas tersungkur di medan pertempuran tubuh bermandi darahnya sendiri. Tidak lama kemudian, Nasibah pun gugur sebagai syahidah.



Sumber : Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah SAW
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/07/27/lozidx-kisah-sahabat-nabi-habib-bin-zaid-keteguhan-hati-pembela-rasul

Kisah Sahabat Nabi: Ikrimah bin Abu Jahal, Mukmin Muhajir dan Mujahid

Blogspot.com
Ilustrasi
Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Ikrimah berusia 30 tahun ketika Rasulullah mulai menyampaikan dawah Islam secara terbuka. Ia adalah seorang bangsawan Quraisy yang dihormati, kaya, dan berasal dari keturunan ningrat. Kalaulah tidak terhalang oleh sikap ayahnya yang sangat keras menentang Islam, agaknya ia telah masuk Islam lebih awal, sebagaimana putra-putra Makkah yang berpandangan luas dan maju, seperti Saad bin Abi Waqqash dan Mush’ab bin Umair.

Ikrimah dikenal sebagai pemuda Quraisy yang gagah berani dan seorang penunggang kuda yang mahir. Ia memusuhi Rasulullah hanya karena didorong oleh sikap keras ayahnya yang sangat membenci beliau. Oleh sebab itu, Ikrimah turut memusuhi Rasulullah lebih keras lagi dan menganiaya para sahabat lebih kejam dan bengis, untuk menyenangkan hati ayahnya.

Sejak kematian ayahnya dalam Perang Badar, sikap dan pandangan Ikrimah terhadap kaum Muslimin berubah. Kalau dulu ia memusuhi kaum Muslimin lantaran untuk menyenangkan hati ayahnya, maka kini ia memusuhi Rasulullah dan para sahabatnya karena dendam atas kematian ayahnya. Dan dendam itu ia lampiaskan dalam Perang Uhud.

Ketika Perang Khandaq meletus, kaum musyrikin Quraisy mengepung kota Madinah selama berhari-hari. Ikrimah bin Abu Jahal tak sabar dengan pengepungan yang membosankan itu. Lalu ia nekad menyerbu benteng kaum Muslimin. Usahanya sia-sia, bahkan merugikannya hingga ia lari terbirit-birit di bawah hujan panah kaum Muslimin.

Ketika Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah), kaum Quraisy memutuskan tidak akan menghalangi Rasulullah dan kaum Muslimin masuk kota Makkah. Tapi Ikrimah dan beberapa orang pengikutnya tak mengindahkan keputusan itu. Mereka menyerang pasukan besar kaum Muslimin. Namun serangan itu dapat dipatahkan oleh Panglima Khalid bin Walid. Ikrimah melarikan diri ke Yaman lantaran takut dihukum mati oleh Rasulullah.

Ummu Hakim, istri Ikrimah, menemui Rasulullah untuk meminta ampunan. Rasulullah memenuhi permohonan itu. Maka Ummu Hakim pun berangkat menyusul Ikrimah. Setelah bertemu dengan Ikrimah di tempat pengasingannya, Ummu Hakim membujuk suaminya agar mau kembali ke Makkah. Ummu Hakim juga mengabarkan bahwa Rasulullah telah mengampuni dan memaafkannya.

Ketika Ikrimah dan istrinya hampir tiba di kota Makkah, Rasulullah berkata kepada para sahabat, "Ikrimah bin Abu Jahal akan datang ke tengah-tengah kalian sebagai Mukmin dan Muhajir. Karena itu, janganlah kalian memaki ayahnya. Sebab memaki orang yang sudah meninggal berarti menyakiti orang yang hidup. Padahal makian itu tidak terdengar oleh orang yang sudah meninggal."

Ketika Ikrimah dan istrinya memasuki majelis Rasulullah, beliau menyambutnya dengan gembira. Ketika Rasulullah duduk kembali, Ikrimah duduk pula di hadapan beliau dan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda keislamannya. Setelah itu, Ikrimah memohon kepada Rasulullah untuk mendoakannya agar Allah mengampuni dosa-dosa dan kesalahannya yang telah lalu. Rasulullah pun memenuhi permintaan Ikrimah itu.

Maka wajah Ikrimah pun berseri-seri. Kemudian ia berkata, "Demi Allah, ya Rasulullah. Tak satu sen pun dana yang telah saya keluarkan untuk memberantas agama Allah di masa lalu, melainkan mulai saat ini akan saya tebus dengan dengan mengorbankan hartaku berlipat ganda untuk menegakkan agama Allah. Dan tak seorang pun kaum Muslimin yang telah gugur di tanganku, melainkan akan kutebus dengan membunuh kaum musyrikin berlipat ganda, demi untuk menegakkan agama Allah."

Sejak itu, Ikrimah menggabungkan diri ke dalam barisan dakwah sebagai anggota pasukan berkuda yang cekatan dan gagah berani di medan perang. Disamping itu, Ikrimah juga menjadi seorang ahli ibadah dan pembaca Alquran yang tekun di masjid.

Ketika terjadi Perang Yarmuk, Ikrimah maju berperang seperti kesetanan. Melihat tindakan nekat itu, Khalid bin Walid, yang menjadi panglima pasukan segera mengejar, "Ikrimah, kamu jangan bodoh! Kembali! Kematianmu adalah kerugian besar bagi kaum Muslimin."

Namun Ikrimah tidak mempedulikan peringatan tersebut. "Biarkan saja, ya Khalid. Biarkan aku menebus dosa-dosaku yang telah lalu. Aku telah memerangi Rasulullah di beberapa medan peperangan. Pantaskah setelah masuk Islam, aku lari dari tentara Romawi ini? Tidak, sesekali tidak!" Kemudian dia berteriak, "Siapakah yang berani mati bersamaku?"

Beberapa orang segera melompat ke samping Ikrimah, kemudian menerjang ke depan, menghalau pasukan lawan yang terus maju. Akhirnya, walau korban berjatuhan, mereka berhasil memukul mundur pasukan Romawi dengan kemenangan yang gemilang.

Di akhir pertempuran, di bumi Yarmuk berjejer tiga mujahid Muslim yang terkapar dalam keadaan kritis. Mereka menderita luka yang sangat parah; Al-Harits bin Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan Ikrimah bin Abu Jahal.

Al-Harits meminta air minum. Ketika air didekatkan ke mulutnya, ia melihat Ikrimah dalam keadaan seperti yang ia alami. "Berikan dulu kepada Ikrimah," kata Al-Harits.

Ketika air didekatkan ke mulut Ikrimah, ia melihat Ayyasy menengok kepadanya. "Berikan dulu kepada Ayyasy!" ujarnya.

Ketika air minum didekatkan ke mulut Ayyasy, dia telah meninggal. Orang yang memberikan air minum segera kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah, namun keduanya pun telah meninggal pula.


Sumber : Ahlul Hadits/101 Sahabat Nabi
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/01/lp8t18-kisah-sahabat-nabi-ikrimah-bin-abu-jahal-mukmin-muhajir-dan-mujahid

Kisah Sahabat Nabi: Ja’far bin Abu Thalib, Si Burung Surga


REPUBLIKA.CO.ID, Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim masuk Islam sejak awal dan sempat mengikuti hijrah ke Habasyah. Ia malah sempat mendakwahkan Islam di daerah itu.

Dalam Perang Muktah, ia diserahi tugas menjadi pemegang bendera Islam. Setelah tangan kanannya terpotong dia memegang bendera dengan tangan kiri. Namun tangan kirinya juga terpotong, sehingga dia memegang bendera itu dengan dadanya. Akhirnya, ia mati syahid dengan tubuh penuh luka dan sayatan pedang.

Di kalangan Bani Abdi Manaf ada lima orang yang sangat mirip dengan Rasulullah SAW, sehingga seringkali orang salah menerka. Mereka itu adalah Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthallib, sepupu sekaligus saudara sesusuan beliau. Qutsam Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib, sepupu Nabi. Saib bin Ubaid bin Abdi Yazin bin Hasyim. Ja’far bin Abu Thalib, saudara Ali bin Abu Thalib. Dan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan Ja'far bin Abu Thalib adalah orang yang paling mirip dengan Nabi SAW di antara mereka berlima.

Ja’far dan istrinya, Asma’ bin Umais, bergabung dalam barisan kaum Muslimin sejak dari awal. Keduanya menyatakan Islam di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum Rasulullah SAW masuk ke rumah Al-Arqam.

Pasangan suami istri Bani Hasyim yang muda belia ini tidak luput pula dari penyiksaan kaum kafir Quraisy, sebagaimana yang diderita kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam. Namun mereka bersabar menerima segala cobaan yang menimpa.

Namun yang merisaukan mereka berdua adalah kaum Quraisy membatasi geraknya untuk menegakkan syiar Islam dan melarangnya untuk merasakan kelezatan ibadah. Maka Ja’far bin Abu Thalib beserta istrinya memohon izin kepada Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama-sama dengan para sahabat lainnya. Rasulullah SAW pun mengizinkan.

Ja'far pun menjadi pemimpin kaum Muslimin yang berangkat ke Habasyah. Mereka merasa lega, bahwa Raja Habasyah (Najasyi) adalah orang yang adil dan saleh. Di Habasyah, kaum Muslimin dapat menikmati kemanisan agama yang mereka anut, bebas dari rasa cemas dan ketakutan yang mengganggu dan yang menyebabkan mereka hijrah.

Ja’far bin Abu Thalib beserta istri tinggal dengan aman dan tenang dalam perlindungan Najasyi yang ramah tamah itu selama sepuluh tahun.

Pada tahun ke-7 Hijriyah, kedua suami istri itu meninggalkan Habasyah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kebetulan Rasulullah SAW baru saja pulang dari Khaibar. Beliau sangat gembira bertemu dengan Ja’far sehingga karena kegembiraannya beliau berkata, "Aku tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah karena kemenangan di Khaibar atau karena kedatangan Ja’far?"

Begitu pula kaum Muslimin umumnya, terlebih fakir miskin, mereka juga bergembira dengan kedatangan Ja’far. Ia adalah sosok yang sangat penyantun dan banyak membela golongan dhuafa, sehingga digelari Abil Masakin (bapak orang-orang miskin).

Abu Hurairah bercerita tentang Ja’far, "Orang yang paling baik kepada kami (golongan orang-orang miskin) ialah Ja’far bin Abu Thalib. Dia sering mengajak kami makan di rumahnya, lalu kami makan apa yang ada. Bila makanannya sudah habis, diberikannya kepada kami pancinya, lalu kami habiskan sampai dengan kerak-keraknya."

Belum begitu lama Ja’far tinggal di Madinah, pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan.

Rasulullah berpesan, "Jika Zaid tewas atau cidera, komandan digantikan Ja’far bin Abi Thalib. Seandainya Ja’far tewas atau cidera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila Abdullah bin Rawahah cidera atau gugur pula, hendaklah kaum muslmin memilih pemimpin/komandan di antara mereka."

Setelah pasukan sampai di Muktah, yaitu sebuah kota dekat Syam dalam wilayah Yordania, mereka mendapati tentara Romawi telah siap menyambut dengan kekuatan 100.000 pasukan inti yang terlatih, berpengalaman, dan membawa persenjataan lengkap. Pasukan mereka juga terdiri dari 100.000 milisi Nasrani Arab dari kabilah-kabilah Lakham, Judzam, Qudha’ah, dan lain-lain. Sementara, tentara kaum Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah hanya berkekuatan 3.000 tentara.

Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang itu berhadap-hadapanan, pertempuran segera berkobar dengan hebatnya. Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid ketika dia dan tentaranya sedang maju menyerbu ke tengah-tengah musuh.

Melihat Zaid jatuh, Ja’far segera melompat dari punggung kudanya, kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya. Dia maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya. Akhirnya musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya.

Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat. Suatu ketika tangan kanannya terkena sabetan musuh sehingga buntung. Maka dipegangnya bendera komando dengan tangan kirinya.

Tangan kirinya putus pula terkena sabetan pedang musuh. Dia tidak gentar dan putus asa. Dipeluknya bendera komando ke dadanya dengan kedua lengan yang masih utuh. Namun tidak berapa lama kemudian, kedua lengannya tinggal sepertiga saja dibuntung musuh. Ja'far pun syahid menyusul Zaid.

Secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera komando dari komando Ja’far bin Abu Thalib. Pimpinan kini berada di tangan Abdullah bin Rawahah, sehingga akhirnya dia gugur pula sebagai syahid, menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu.

Rasulullah SAW sangat sedih mendapat berita ketiga panglimanya gugur di medan tempur. Beliau pergi ke rumah Ja’far, didapatinya Asma’, istri Ja’far, sedang bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.

Asma’ bercerita, "Ketika Rasulullah mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas, tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku takut mendengar berita buruk. Beliau memberi salam dan menanyakan anak-anak kami. Beliau menanyakan mana anak-anak Ja’far, suruh mereka ke sini.”

Asma' kemudian memanggil mereka semua dan disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja'far berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan beliau. Mereka berebutan untuk bersalaman kepada Rasulullah. Beliau menengkurapkan mukanya kepada anak-anak sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata beliau mengalir membasahi pipi mereka.

Asma' bertanya, "Ya Rasulullah, demi Allah, mengapa anda menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua sahabatnya?"

Beliau menjawab, "Ya, mereka telah syahid hari ini."

Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka diam terpaku di tempat masing-masing, seolah-olah seekor burung sedang bertengger di kepala mereka.

Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya, "Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya... Ya Allah, gantilah Ja’far bagi istrinya."

Kemudian beliau bersabda, "Aku melihat, sungguh Ja’far berada di surga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah dan bertanda di kakinya."

Sumber : Shuwar min Hayaatis Shahabah/Ahlul Hadist
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/02/lpb0jd-kisah-sahabat-nabi-jafar-bin-abu-thalib-si-burung-surga

Kisah Sahabat Nabi: Khalid bin Sa'id bin Ash, Kebesaran Jiwa Seorang Sahabat

REPUBLIKA.CO.ID, Khalid bin Sa’id bin Ash dilahirkan di sebuah keluarga kaya dan mewah, dan tergolong kepala-kepala suku dari seorang warga Quraisy yang terkemuka dan memegang pimpinan.

Khalid adalah seorang pemuda yang bersikap tenang, pendiam tak banyak bicara. Tapi yang sebenarnya, pada batinnya dan dalam lubuk hatinya, bergelora dengan hebatnya gerakan dan kegembiraan.

Suatu hari, Khalid yang sudah bangun itu masih berada di tempat tidurnya, baru saja mengalami suatu mimpi yang sangat dahsyat. Bahwa ia berdiri di bibir nyala api yang besar, sedang ayahnya dari belakang hendak mendorongnya dengan kedua tangannya ke arah api itu dan bermaksud hendak melemparkannya ke dalamnya. Kemudian dilihatnya Rasulullah datang ke arahnya, lalu menariknya dari belakang dengan tangan kanan­nya yang penuh berkah hingga tersingkirlah ia dari bahaya jilatan api.

la tersadar dari mimpinya dengan memperoleh bekal langkah perjuangan menghadapi masa depannya. Ia segera pergi ke rumah Abu Bakar lalu menceritakan mimpinya itu. Dan mimpi seperti itu sebetulnya tidak memerlukan ta’bir lagi.

Kata Abu Bakar kepadanya, "Sesungguhnya tak ada yang kuinginkan untukmu selain dari kebaikan. Nah, dialah Rasulullah SAW. Ikutilah dia, karena sesungguhnya Islam akan menghindarkanmu dari api neraka!"

Khalid pun pergilah mencari Rasulullah SAW sampai menemukan tempat beliau, lalu menumpahkan isi hatinya, dan menanyakan tentang dakwahnya.

Kata Nabi, "Hendaklah engkau beriman kepada Allah yang Maha Esa semata, jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Dan engkau beriman kepada Muhammad, hamba-Nya dan Rasul-Nya. Dan engkau tinggalkan penyembahan berhala yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat, tidak memberi mudharat dan tidak pula manfaat."

Khalid lalu mengulurkan tangannya yang disambut oleh tangan kanan  Rasulullah SAW dengan penuh kemesraan, dan Khalid pun berucap, "Aku bersaksi bahwa tak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad Rasul Allah."

Pada waktu Khalid memeluk Islam, belum ada orang yang mendahuluinya kecuali empat atau lima orang, hingga dengan demikian ia termasuk dalam lima orang angkatan pertama pemeluk Islam. Dan setelah diketahui yang menjadi pelopor dari agama ini adalah salah seorang di antaranya putra Sa’id bin Ash, maka bagi Sa’id, peristiwa itu akan menyebabkannya menjadi bulan-bulanan penghinaan dan ejekan bangsa Quraisy. Dan akan menggoncangkan kedudukannya sebagai pemimpin.

Oleh karena itu dipanggilnyalah anaknya, Khalid, lalu bertanya, "Benarkah kamu telah mengikuti Muhammad dan membiarkannya mencaci tuhan-tuhan kita?"

Jawab Khalid, "Demi Allah, sungguh ia seorang yang benar dan sesungguhnya aku telah beriman kepadanya dan mengikutinya."

Ketika itulah pukulan ayahnya secara bertubi-tubi menimpa dirinya, yang kemudian mengurungnya dalam kamar gelap di rumahnya, lalu membiarkannya terpenjara menderita lapar dan dahaga. Namun Khalid berseru kepadanya dengan suara keras dari balik pintu yang terkunci, "Demi Allah, sesungguhnya ia benar dan aku beriman kepadanya!"

Jelaslah sekarang bagi Sa’id, bahwa siksa yang ditimpakan kepada anaknya itu belum lagi cukup dan memadai. Oleh sebab itu, dibawanya anak itu ke tengah panas teriknya kota Makkah, lalu ia menginjak-injaknya di atas batu-batu yang panas menyengat. Sa'id memperlakukan putranya sedemikian rupa selama tiga hari penuh, tanpa perlindungan dan keteduhan, tanpa setetes air pun yang membasahi bibirnya.

Akhirnya sang ayah putus asa lalu kembali pulang ke rumahnya. Tapi di sana ia terus berusaha menyadarkan anaknya itu dengan berbagai cara, baik dengan membujuk atau mengancamnya.

Tetapi Khalid berpegang teguh kepada kebenaran, "Aku tak hendak meninggalkan Islam karena suatu apa pun, aku akan hidup dan mati bersamanya!" katanya pada sang ayah.

Maka berteriaklah Sa’id, "Kalau begitu enyahlah engkau pergi dari sini, anak keparat. Demi Lata, kau tak boleh makan di sini!"

"Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki," jawab Khalid. Kemudian ditinggalkannya rumah yang penuh dengan kemewahan dan kesenangan itu. Demikianlah Khalid melalui bermacam derita dengan pengorbanan dan mengatasi segala halangan demi keimanan.

Dan sewaktu Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya hijrah yang kedua ke Habasyah, maka Khalid termasuk salah seorang anggota rombongan. Ia berdiam di sana beberapa lamanya, kemudian kembali bersama kawan-kawannya ke kampung halaman mereka di tahun yang ke-7. Mereka dapatkan kaum Muslimin telah membebaskan Khaibar.

Khalid kemudian bermukim di Madinah, di tengah-tengah masyarakat Islam yang baru. Di mana ia termasuk salah seorang angkatan lima pertama yang menyaksikan kelahiran Islam, dan ikut membina bangunannya. Sejak itu Khalid selalu beserta Nabi dalam barisan pertama pada setiap peperangan atau pertempuran. Dan karena kepeloporannya dalam Islam ini serta keteguhan hatinya dan kesetiaannya, jadilah ia tumpuan kesayangan dan penghormatan.

Sebelum wafatnya, Rasulullah mengangkat Khalid menjadi gubernur di Yaman. Sewaktu sampai kepadanya berita pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah dan pengukuhannya, ia lalu meninggalkan jabatannya datang ke Madinah.

Ia kenal betul kelebihan Abu Bakar yang tak dapat ditandingi oleh siapa pun. Tetapi ia berpendirian bahwa di antara kaum Muslimin yang lebih berhak dengan jabatan khalifah itu adalah salah seorang dari keturunan Hasyim, umpamanya Abbas atau Ali bin Abi Thalib.

Pendiriannya ini dipegangnya teguh, hingga ia tidak berbaiat kepada Abu Bakar. Namun Abu Bakar tetap mencintai dan menghargainya, tidak memaksanya untuk mengangkat baiat dan tidak pula membencinya. Setiap disebut namanya di kalangan Muslimin, khalifah besar itu tetap menghargai dan memujinya, suatu hal yang memang menjadi hak dan miliknya.

Belakangan pendirian Khalid bin Sa’id ini berubah. Tiba-tiba di suatu hari ia menerobos dan melewati barisan-barisan di masjid, menuju Abu Bakar yang sedang berada di atas mimbar, maka ia pun membaiatnya dengan tulus dan hati yang teguh.

Abu Bakar memberangkatkan pasukannya ke Syria (Suriah), dan menyerahkan salah satu panji perang kepada Khalid bin Sa’id, hingga dengan demikian berarti ia menjadi salah seorang kepala pasukan tentara. Tetapi sebelum tentara itu bergerak meninggalkan Madinah, Umar menentang pengangkatan Khalid bin Sa’id, dan dengan gigih mendesakkan usulnya kepada khalifah, hingga akhirnya Abu Bakar merubah keputusannya dalam pengangkatan ini.

Abu Bakar Ash-Shiddiq meringankan langkah ke rumah Khalid meminta maaf padanya serta menerangkan pendiriannya yang baru. Abu Bakar menanyakan Sa'id kepada kepala dan pemimpin pasukan mana ia akan bergabung, apakah kepada Amar bin Ash anak pamannya, atau kepada Syurahbil bin Hasanah?

Maka Khalid memberikan jawaban yang menunjukkan kebesaran jiwa dan ketakwaannya. "Anak pamanku lebih kusukai karena ia kerabatku, tetapi Syurahbil lebih kucintai karena Agamanya." Kemudian ia memilih sebagai prajurit biasa dalam kesatuan Syurahbil bin Hasanah.

Di medan pertempuran Marjus Shufar di daerah Syria, yang terjadi dengan dahsyatnya antara Muslimin dengan orang-orang Romawi, terdapat seorang syahid yang mulia. Ketika kaum Muslimin mencari-cari para syuhada sebagai korban pertempuran, mereka mendapati jasad Khalid dalam keadaan tenang, diam, dengan seulas senyum tipis.

Sumber : 101 Sahabat Nabi dan sumber lain
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/11/lprarw-kisah-sahabat-nabi-khalid-bin-said-bin-ash-kebesaran-jiwa-seorang-sahaba
t

Kisah Sahabat Nabi: Mu'adz bin Jabal, Pelita Ilmu dan Amal


Ilustrasi
Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Tatkala Rasulullah mengambil baiat dari orang-orang Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua, diantara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat.  Perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang melihat akan tambah terpesona karenanya. Nah, itulah dia Mu'adz bin Jabal RA.

Dengan demikian, ia adalah seorang tokoh dari kalangan Anshar yang ikut baiat pada Perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ash-Shabiqul Awwalun—golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti demikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah dalam setiap perjuangan.

Maka demikianlah halnya Mu'adz. Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal."

Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, "Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz?"

"Kitabullah," jawab Mu'adz.

"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?", tanya Rasulullah pula.

"Saya putuskan dengan Sunnah Rasul."

"Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?"

"Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia," jawab Muadz.

Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. "Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah," sabda beliau.

Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu'adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai "orang yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram".

Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar, A'idzullah bin Abdillah masuk masjid bersama beberapa orang sahabat. Maka ia pun duduk pada suatu majelis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih. Masing-masing menyebutkan sebuah hadits yang mereka terima dari Rasulullah SAW.

Pada halaqah atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat tampan, hitam manis warna kulitnya, bersih, baik tutur katanya dan termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan tentang suatu hadits, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan fatwanya.

"Dan ia tak berbicara kecuali bila diminta. Dan tatkala majelis itu berakhir, saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya, ia menjawab, saya adalah Mu'adz bin Jabal," tutur A'idzullah.

Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya, "Bila para sahabat berbicara, sedang di antara mereka hadir Mu'adz bin Jabal, tentulah mereka akan sama-sama meminta pendapatnya karena kewibawaannya."

Dan Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA sendiri sering meminta pendapat dan buah pikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia memanfaatkan pendapat dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah berkata, "Kalau tidaklah berkat Mu'adz bin Jabal, akan celakalah Umar!"

Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu'adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buka suara, adalah ia sebagaimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: "Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara."

Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini, serta penghormatan kaum Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat, dicapai Mu'adz sewaktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya belum 33 tahun!

Mu'adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak sesuatu pun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu'adz telah menghabiskan semua hartanya.

Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu'adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk membimbing kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk-seluk Agama.

Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu'adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa Mu'adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar kekayaan Mu'adz itu dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu'adz dan mengemukakan masalah tersebut.

Mu'adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehnya dengan berbuat dosa. Bahkan juga tak hendak menerima barang yang syubhat.

Oleh sebab itu, usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula. Umar berpaling meninggalkannya. Pagi-pagi keesokan harinya Mu'adz pergi ke rumah Umar. Ketika sampai di sana, Mu'adz merangkul dan memeluk Umar, sementara air mata mengalir mendahului kata-katanya. "Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar, dan menyelamatkan saya!"

Kemudian bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu'adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya. "Tidak satu pun yang akan kuambil darimu," ujar Abu Bakar.

"Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik," kata Umar menghadapkan pembicaraannya kepada Mu'adz.

Andai diketahuinya bahwa Mu'adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang saleh itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu'adz.

Hanya saja masa itu adalah masa gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.

Mu'adz pindah ke Syria (Suriah), di mana ia tinggal bersama penduduk dan orang yang berkunjung ke sana sebagi guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah bin Jarrah—amir atau gubernur militer di sana serta shahabat karib Mu'adz—meninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul Mukminin Umar sebagai penggantinya di Syria.

Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegang jabatan itu, Mu'adz dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.

Pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda, "Hai Mu'adz! Demi Allah, aku sungguh sayang kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: 'Ya Allah, bantulah aku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu."

Mu'adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya secara tepat.

Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu'adz, maka beliau bertanya, "Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu'adz?"

"Di pagi hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah," jawabnya.

"Setiap kebenaran ada hakikatnya," kata Nabi pula, "maka apakah hakikat keimananmu?"

"Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi. Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya. Dan seolah-olah kesaksian setiap umat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka."

Maka sabda Rasulullah SAW, "Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan!"

Menjelang akhir hayatnya, Mu'adz berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan."

Lalu diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam keberangkatannya ke alam gaib, ia masih sempat berujar, "Selamat datang wahai maut. Kekasih tiba di saat diperlukan..." Dan nyawa Mu'adz pun melayanglah menghadap Allah.

Sumber : 101 Sahabat Nabi dan sumber lain
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/22/lqbrcz-kisah-sahabat-nabi-muadz-bin-jabal-pelita-ilmu-dan-amal

Azab Malam Pertama di Alam Kubur





Bagaimana suasana malam pertama di alam kubur… Bagaimana kedasyatan siksaannya…? Dosa-dosa apakah yang menyebabkan siksaan kubur…? Bagaimana kaedah menjemput kematian terindah…?
“Setiap yang bernyawa pasti merasai mati, Wahai jiwa yang tenang, Pulanglah kehadrat Tuhan mu dengan gembira dan diredhai, masuklah dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuk pula dalam syurga-Ku…”
Pada hari itu ia begitu bahagia, menikmati indahnya alam ciptaan Allah, bersama anak dan keluarga, penuh keceriaan, hidup dalam kesenangan dan kehidupan yang terjamin, tertawa melihat telatah anak-anaknya, demikian pula dia ditertawakan oleh anak-anaknya… lalu tiba-tiba ia didatangi oleh suatu malam, malam disaat dia dijemput oleh kematiannya…
Sakarat….. Sakaratul Maut….
“Dan datangnya sakaratul maut itu benar… Itulah yang kamu selalu lari dari padanya… Ditiuplah sangkakala Hari terlaksananya Ancaman… Setiap jiwa datang dengan malaikat yang jadi saksi… Sungguh kami lalai akan kenyataan ini… Maka kami singkapkan kakitanganmu, pada hari itu hingga penglihatanmu menjadi jelas” (Qaf: 19-22).
Malam itulah malam pertama ia berada dalam alam kubur… sendiri dikecam oleh kesunyian, tanpa anak dan isteri/suami juga sahabat karib… yang ada hanyalah amal… inilah malam pertama anak kita menjadi yatim, dan isteri/suami kita menjadi janda/duda… malam pertama yang menggusur dari tempat tidur yang empuk menuju dinginnya tanah berselimutkan kafan… inilah malam yang mengusir kita dari rumah mewah dan megah.. menempati liang lahad yang gelap dan sempit… kelmarin malam kita masih berpesta, makan dan minum bersama sahabat karib… tiba-tiba kita masuk pada malam pertama dimana kita menjadi santapan cacing tanah dan serangga… pada malam ini kita baru sedar.. Ternyata… HARTA, KELUARGA, PEKERJAAN yang keras kita mencarinya sampai lalai dari mengingati Allah… tidak sedikitpun daripada semua itu menemani dan membela kita…
Allah SWT berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur, janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu” (At-Takatsur: 1-3)
Inilah malam episod pertama dari alam akhirat, kuburan boleh menjadi taman syurga, sebaliknya ia boleh menjadi satu lubang dari lubang-lubang neraka… inilah kematian datang dengan tiba-tiba… ia datang tepat pada waktunya… tidak lambat dan tidak cepat… meragut dengan paksa, melenyapkan segala nikmat dunia.. tidak pernah menilai kita tua atau muda, kaya atau miskin, sihat atau sakit… ia datang untuk mengeluarkan manusia dari alam kehidupan yang selama ini kita jalani.. ketahuilah rumah yang kukuh dan megah tidak akan mampu membentengi datangnya sang pencabut nyawa…
Banyaknya wang di bank tidak mampu memberi rasuah kepada Malaikat untuk undurkan waktu kematiannya… inilah realiti kematian… sudah bersiapkah kita menghadapi malam pertamanya… Bukankah Rasulullah Saw ada bersabda “ Orang yang bijak adalah yang sentiasa mengingati mati di antara kamu, dan ada bekalan setelah kematiannya..” Marilah kita siapkan bekalan untuk menjadi penyinar di alam kubur nanti… demi Allah, tiada yang sanggup menerangkannya melainkan dengan iman dan amal yang soleh..
Metode Menjemput Kematian…
“Kematian adalah nasihat terbaik dan guru kehidupan, sedikit sahaja kita lengah dari memikirkan kematian, maka kita akan kehilangan guru terbaik dalam kehidupan”
Sesungguhnya manusia telah memilih bagaimana akhir hidupnya… dan pilihan itu ada pada bagaimana ia menjalani kehidupannya… sebagaimana ia menjalani kehidupannya seperti itulah berakhirnya kematiannya… kerana sesungguhnya dengan menjalani kehidupan bererti kita sedang menuju kepada kematian kita…
Pernahkah kita mendengar berita tentang seorang penzina mati di katil hotel diatas perut pasanganya… seorang penagih dadah mati ketika menghisapnya… dan para penjudi mati diatas meja judinya… begitu juga kita pernah mendengar ahli ibadah mati di atas tikar sejadahnya…
Alangkah malangnya, saat ajal tiba kita masih berlumur dosa berbalut nista… inilah malam pertama kita DI ALAM KUBUR… sendiri, di cekam sepi gelap yang tidak pernah terbayang… hilanglah sudah… semua gemerlapnya DUNIA… RUMAH dengan jerih payah bertahun-tahun telah kita bangunkan… ISTERI/SUAMI dan pengabdiannya begitu tulus… ANAK, yang padanya darah daging kita… ORANG TUA yang titisan kasih sayangnya.. mengalir di tubuh kita… dan PEKERJAAN, yang bermati-matian kita habiskan waktu untuknya… KERETA MEWAH yang selalu menjadi kebanggaan… tapi kini hari itu telah pergi… masa pun telah tiada… yang tersisa hanya dosa… yang terus terbayang…
TERINGAT… akan ISTERI/SUAMI yang sentiasa dinafikan hak-haknya… ANAK, yang telah kita kotori tubuhnya dari nafkah yang HARAM… ORANG TUA, yang di sisa hidupnya belum sempat dibahagiakan… SAHABAT KARIB, yang meminta bantuan kita biarkan… dan KAWAN-KAWAN, yang telah banyak kita kecewakan…
Ya ALLAH, masihkah ada hari milik-Mu untukku… agar boleh ku lunaskan segala urusan… lilitan hutang yang belum terbayar… banyaknya AMANAH dan KEPERCAYAAN yang tidak disampaikan… beribu JANJI yang sering diingkari… dan WANG RASUAH, yang telah kita nikmati dan kita bagi… namun kini, PINTU-MU… sudah tertutup rapat… bertaubat sudah terlambat, menyesali diri sudah tidak bererti… dan tinggallah sendiri menanggung beban DOSA dan KESALAHAN yang tidak terMAAFKAN… merasakan PENDERITAAN yang PANJANG yang tiada berakhir… SEKARANG, adakah dalam hati kita MATI itu sebagai PENASIHAT..??? Semoga selagi masih ada waktu…
Fasa-Fasa Alam Kubur
Kesempitan kubur, pertanyaan malaikat, azab atau nikmat kubur, ditempatkannya ruh dan kebangkitan…
Alam kubur adalah alam perantaraan kehidupan dunia dan akhirat yang dimulai setelah kematian dan berakhir selepas kebangkitan… selama masa ini, seorang yang beriman merasa bahagia… sementara orang kafir merasa sengsara… orang yang sudah mati akan dihimpit dalam kubur… siapa pun ia kafir atau muslim akan merasakan himpitan kubur… bezanya penyimpitan yang dirasakan seorang mukmin tidak berlaku selamanya, tidak seperti orang kafir yang akan berterusan himpitan kuburnya sampai hancur tulang-tulangnya…
Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya kubur itu memiliki himpitan, seandainya ada orang yang selamat darinya, maka selamatlah Sa’ad Bin Mu’adz…” Sa’ad Bin Mu’adz akan mengalami himpitan kubur, padahal ia adalah seorang pemimpin penuh kemuliaan, kematiannya menggoncangkan ‘Arasy, dibukakan baginya pintu-pintu langit, Kasyahidannya disaksikan oleh 70 ribu malaikat…
Hadis yang diriwayatkan oleh Nasa’I dari Rasulullah SAW: “Kematiannya menggoncangkan ‘Arasy, dibukakan baginya pintu-pintu langit, pintu yang banyak, Kesyahidannya disaksikan oleh 70 ribu malaikat, maka sungguh ia mengalami himpitan kubur, kemudian Allah melapangkanya.”
Apabila Sa’ad Bin Mu’adz seorang pemimpin yang besar, hamba Alah yang soleh dan mendapatkan mati Syahid mengalami himpitan kubur… bagaimana dengan kita..? Allahuakhbar… Ya Allah Terimalah taubat-ku… selamatkanlah aku dari azab kubur…
Rasulullah SAW bersabda “Seorang manusia apabila diletakkan dia di dalam kuburnya dan sahabatnya berpaling pulang sedang ia mendengar suara sandal mereka akan datang kepadanya dua malaikat dan mendudukkannya dan bertanya… SIAPAKAH TUHAN-MU…?, SIAPAKAH NABI-MU…?, APAKAH AGAMA-MU…?… dia menjawab, ALLAH ADALAH TUHAN-KU… MUHAMMAD ADALAH NABI-KU… ISLAM ADALAH AGAMA-KU…
Terdengarlah seruan dari langit, “Benar.. Hambaku, hamparkan baginya tikar dari syurga, lalu angin dan wangi syurga datang kepadanya kemudian kubur diluaskan seluas mata memandang, seorang yang rupawan datang menemaninya, yang tiada lain itulah amal solehnya.” (Hadis riwayat Ahmad, Abu Daud, Hakim dan Baihaqi).
Benarkah kita… boleh menjawabnya…? Dari lisan yang jarang menyebut Asma-Nya… dan ibadah yang sering kita remehkan… Serta sunnah Rasul… yang kita abaikan… pada saat itu… kita hanya mampu menjawab… TIDAK… TIDAK… TIDAAAKKKKK…
Terdengarlah suara penyeru dari langit… Hambaku ini seorang pendusta… Hamparkan padanya tikar dari api neraka, bukakan baginya pintu neraka, panas dan keringnya neraka mendatanginya… Kubur disempitkan sampai pecah tulang-tulangnya… seorang berwajah buruk berpakaian buruk dan berbau busuk datang kepadanya… Yang tiada lain itulah amal buruknya…
Tragedi… Siksa Kubur
“Aisyah Ra bertanya tentang azab kubur, Rasulullah SAW menjawab: Ya, azab kubur pasti ada.” (HR. Bukhari – Dalam Kitab Al-Janaiz).
“Aisyah Ra meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW berdoa dalam solatnya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur…” (HR. Mutafaqun Alaih).
“Ketika orang-orang yang derhaka kepada Allah tidak mampu menjawab pertanyaan malaikat, lalu ia dipukul dengan besi… hingga ia menjerit dengan teriakan yang sangat keras… didengar oleh semua makhluk Allah, kecuali Jin dan Manusia,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Saatnya kita menyaksikan… kejadian nyata tentang siksa kubur yang berlaku di Jazirah Arab… Seorang pemuda yang dikeluarkan dari kuburnya setelah beberapa jam dia dikuburkan… Akibat mengalami azab kubur, pemuda tersebut telah berubah wajah dan jasadnya… Pemuda tersebut merupakan remaja muslim yang meninggal pada usia 18 tahun… seorang pemuda yang rosak akhlak dan agamanya… dan sering melalaikan solat… hampir tiga (3) jam pemuda tersebut dikuburkan, pihak keluarga meminta kubur tersebut digali semula untuk keperluan tertentu…
Dan apa yang terjadi selepas mayat tersebut dikeluarkan… pandangan yang sangat mengaibkan… Rambut yang hitam menjadi putih… Dari mulut dan hidung keluar darah yang masih merah pekat… seperti baru mengalami siksaan kubur yang sangat keras… seperti ada yang memukul dibahagian belakang kepalanya… dengan wajah seperti dilemas dan membeku…
Bagi seorang muslim… ini adalah pengajaran yang sangat-sangat berharga agar segera memperbaiki hidupnya… dengan bertaubat dari dosa-dosa yang telah dilakukan…
Sementara itu… sebagai pengajaran dan iktibar untuk kita…
Suara jeritan jutaan manusia di alam bumi yang lain… di sebuah lubang galian yang berada di daerah Siberia… Dr. Azzacove bersama kumpulannya telah melakukan sebuah kajian tentang pergerakan perut bumi di daerah Siberia, Rusia… kemudian mereka memasang alat pembesar suara supersensitive untuk mendengar suara pergerakan perut bumi… sebuah penemuan yang sangat mengejutkan, ketika mesin penggali sampai pada salah satu perut/kulit bumi… dari ruang/alam bumi yang lain, terdengar suara manusia berteriakan sangat keras dalam kesakitan… bahkan suara jeritan itu jumlahnya bukan seorang tetapi ribuan bahkan jutaan orang… sebagai seorang muslim kita tidak akan ragu lagi bahawa suara tersebut adalah suara manusia yang sedang disiksa di ALAM KUBUR…
Sebab-Sebab Siksa Kubur…
Ibnu Qoyyim Rahimahullah, dalam kitab Ar-Ruh menyebutkan ada beberapa dosa dan maksiat yang dapat menyebabkan kita disiksa di ALAM KUBUR, diantaranya :
1. Melalaikan Solat
2. Membaca al-Quran kemudian melupakannya
3. Tidak bersuci setelah membuang hadas kecil
4. Berkata bohong
5. Tidak membayar zakat
6. Corak kehidupan yang berlebih-lebihan
7. Memakan riba
8. Rasuah
9. Memfitnah sesama saudara muslim
10. Khianat terhadap amanah
11. Enggan menolong sesama muslim
12. Meminum arak
13. Berzina
14. Membunuh
“Wahai anak Adam… Sesungguhnya apa yang kau minta dari-Ku… dan yang kau harapkan dari-Ku… Ampunan-Ku bagimu yang meminta dan tidak bagi yang enggan…”
“Wahai anak Adam… Meskipun dosamu sepenuh petala langit… kemudian engkau meminta ampun pada-Ku… Ampunan-Ku bagimu dan tidak bagi yang enggan…”
“Wahai anak Adam… Seandainya kau datang pada–Ku dengan kesalahan seluas bumi… kemudian engkau datang kepada-Ku… dan tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu pun… Sungguh Aku akan berikan kepadamu ampunan…”
Ya Allah… terimalah taubatku… Ya Allah… terimalah taubatku… Ya Allah… terimalah taubatku…
Alangkah bahagianya… seandainya maut menjemput kita sedang berurai air mata merasakan manisnya iman dalam sujud penghambaan… rindu akan perjumpaan dengan-Nya…
Alangkah indahnya air mata yang selalu berlinang dari munajat seorang anak soleh kepada Allah… Merindukan kemuliaan dan keselamatan bagi kedua orang tuanya… taburan doanya menjadi cahaya yang menerangi dari gelapnya ALAM KUBUR…
Doa-doanya menghantar kepulangan orang tuanya pada Allah dalam Husnul Khatimah… rintihan dan munajatnya menjadi benteng yang kukuh sebagai penghalang dari azab dan siksa kubur… Doa yang tiada terputus mengalir dari ketulusan dan keheningan hati agar orang tuanya dalam kasih sayang Allah…
Rujukan :
1. Kitab Ar-Ruh : Ibnul Qoyyim,
2. Kitab Al-Janaiz : Imam Bukhori,
3. Kitab Awwalu Lailatin Fil Qobr : Dr. Aidh Al-Qorni,
4. The Spectacle Of Death : Khwaja Muhammad Islam,
5. Grave Punishment : Al-Sunna.

https://andikanatasurya.wordpress.com/daftar-artikel/malam-pertama-di-alam-kubur/