Tugas, Fungsi, Kewajiban dan Tanggung Jawab Hakim
Adapun
tugas-tugas pokok hakim di pengadilan agama adalah sebagai berikut :
a.
Membantu
mencari keadilan (Pasal 5 ayat (2) UU. No. 14/1970);
b.
Mengatasi
segala hambatan dan rintangan (Pasal 5 ayat (2) UU. No. 14/70);
c.
Mendamaikan
para pihak yang bersengketa (Pasal 30 HIR/ Pasal 154 Rbg);
d.
Memimpin
persidangan (Pasal 15 ayat (2) UU. 14/1970);
e.
Memeriksa
dan mengadili perkara (Pasal 2 (1) UU. 14/1970);
f.
Meminitur
berkas perkara (184 (3), 186 (2) HIR);
g.
Mengawasi
pelaksanaan putusan (Pasal 33 (2) UU. 14/1970);
h.
Memberikan
pengayoman kepada pencari keadilan (Pasal 27 (1) UU. 14/1970);
i.
Menggali
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 27 (1) 14/70);
Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk membuat
keputusan terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya.[2]
Hakim menjadi
tumpuan dan harapan bagi pencari keadilan. Disamping itu, hakim mempunyai
kewajiban ganda, disatu pihak hakim merupakan
pejabat yang ditugasi menerapkan hukum (izhar al-hukum) terhadap perkara yang
kongkrit baik terhadap hukum tertulis maupun tidak tertulis, dilain pihak hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan yang dituntut untuk
dapat menggali, memahami, nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Secara makro
dituntut untuk memahami rasa hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Dalam undang-undang disebutkan kewajiban pengadilan
adalah : tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.[3] Artinya
hakim sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.[4]
Nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut seperti persepsi
masyarakat tentang tentang keadilan, kepastian, hukum dan kemamfaatan.
Sedangkan fungsi hakim adalah menegakkan
kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh para pihak
tanpa melebihi atau menguranginya terutama yang berkaitan dengan perkara
perdata, sedangkan dalam perkara pidana mencari kebenaran sesungguhnya secara
mutlak tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa, melainkan
dari itu harus diselidiki dari latar belakang perbuatan terdakwa.[5]
Artinya hakim mengejar kebenaran materil secara
mutlak dan tuntas.
Dengan demikian tugas hakim adalah
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya untuk memberikan
kepastian hukum semua perkara yang masuk baik perkara tersebut telah di atur
dalam Undang-undang maupun yang tidak terdapat ketentuannya. Disini terlihat
dalam menjalankan tanggung jawabnya hakim harus bersifat obyektif, karena
merupakan fungsionaris yang ditunjuk undang-undang untuk memeriksa dan
mengadili perkara, dengan penilaian yang obyektif pula karena harus berdiri di
atas kedua belah pihak yang berperkara dan tidak boleh memihak salah satu
pihak.
[1]
H.A. Muktiarto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm,30
[2]
Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat
Indonesia, (Bandung : Rosda Karya , 1997), hlm. 104.
[3]
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
Pasal 16 Ayat (1) dan lihat Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Pengadilan Agama Pasal 56 ayat (1)
[5]
Abdul Kadir Muhammad, Hukum
Acara.,.hlm.38.
0 komentar:
Posting Komentar