DESAKU TECINTA
(Desa Ngadiharjo, Borobudur, Magelang)
SMP Negeri 2 Borobudur, salah satu sekolah umum yang berada di desaku |
Tidak terasa sudah empat tahun Aku
meninggalkan sebuah desa yang begitu aku cintai. Selama empat tahun silam aku
pergi merantau untuk melanjutkan pedidikanku di salah satu kota besar di
Indonesia yang terkenal dengan Kota Pelajar, atau Kota Yogyakarta. Aku
mulai merantau dengan belajar di sebuah sekolah yang berada di bawah Kementrian
Agama , yaitu MAN Lab.UIN Yogyakarta, sekaligus menjadi santri di Pondok
Pesantren Al-Ishlah Yogyakarta. Setelah lulus dari MAN Lab. UIN Yogyakarta,aku
mengabdikan diri di MA Mafaza Ketandan, Banguntapan, Bantul, sebagai pembina pramuka sambil melanjutkan pendidikanku guna
memperoleh ilmu hukum dan gelar Sarjana Hukum yang kelak bermanfaat untuk warga
desaku dan umat, di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah atau hukum keluarga.
Selama empat tahun aku belajar di Kota
Pelajar, aku hanya pulang beberapa kali, terhitung tiap tahun dua kali,
yaitu saat libur semester ganjil dan saat Hari Raya Idul Fitri. Perasaan rindu
akan desa dimana aku dilahirkan selalu jadi selimut dalam hidupku, terutama
orang tua dan guru ngajiku. Selama empat tahun itu pula, aku selalu ingat akan
kenangan indah di desa tercinta yang sampai sekarang masih membekas dalam
memoriku, Desa Ngadiharjo namanya.
Desa Ngadiharjo adalah salah satu desa yang terletak
di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Desaku
termasuk desa yang luas secara geografis dibandingkan dengan desa lain di
Kecamatan Borobudur. Jarak tempuh dari desaku ke Kecamatan Borobudur sekaligus
ke Candi Borobudur 15 menit, dan jarak tempuh menuju Ibu Kota Kabupaten
Magelang kurang lebih 30 menit menggunakan sepeda motor.
Kondisi desaku hingga kini masih indah
bagaikan desa impian, udara masih sangat segar dan sejuk pada siang maupun sore
hari. Hamparan sawah yang hijau masih menjadi pemandangan indah yang tak bisa
Aku jumpai di tempatku merantau, Yogyakarta. Mayoritas penduduk desaku bekerja
sebagai petani ataupun buruh tani seperti ayahku, yang pergi ke sawah mulai
pagi hari dan pulang diwaktu dhuhur ataupun setelah asar. Dari segi sarana dan
prasarana, desaku sudah boleh dikatakan sebagai desa yang berkecukupan, mulai
dari sambungan listrik PLN, Posyandu, sekolah, tempat peribadahan (masjid),
hingga jalan yang menghubungkan desaku dengan ibu kota kecamatan maupun
kabupaten.
Warga desaku sangatlah ramah, saat bertemu
mereka saling tegur sapa, saling mengenal, bahkan hampir satu desa mereka
saling kenal. Berbeda dengan di kota, bila bertemu hanya kadang-kadang tegur
sapa, dan yang paling memperihatinkan mereka tidak saling mengenal, walaupun
hanyatetangga rumah.
Banyak sekali kenangan yang tertinggal di desa
ini, mulai kenangan manis hingga kenangan pahit, apalagi kalau mengingat
kembali cerita masa kecil dulu, mandi di kali, main layang-layang, main
kelereng, dan masih banyak lagi. Namun yang paling aku suka dan aku rindukan adalah waktu
setelah asar menjelang maghrib. Pada waktu tersebut banyak remaja dan orang tua
yang bercanda di depan rumah, baik rumah sendiri maupun rumah tetangga,
menunggu berkumandangnya adzan maghrib, dan saat adzan maghrib berkumandang
mereka berbondong menuju masjid. Setelah maghrib terdapat pemandangan indah
dimana anak-anak, remaja orang tua menyandang kitab suci Al-Qur’an.
Itulah sekelumit cerita tentang desaku yang
sangat aku rindukan, di desa ini aku dilahirkan dan tempatku kembali dari
perantauan. Aku minta do’a dari teman-teman semua, semoga suatu hari nanti aku
bisa pulang dengan gelar Sarjana Hukum dan Hafidz, yang kelak bisa kuamalkan untuk
masyarakat desaku dan negeri tercinta ini, INDONESIA. Tunggu kedatanganku
Desaku, Indonesiaku.