CARA KERJA
ILMU ALAM, ILMU SOSIAL- HUMANIORA
DAN ILMU
KEAGAMAAN
DISUSUN OLEH :
1.
LAELA RIF’ATUZZULFA (16350037)
2.
NADZIF ARFA AZ-ZUHRI (16350038)
3.
ALI MUTOHAR (16350039)
4.
A. AKHIL ADIB (16350040)
5.
ULUMUDIN KAMIL (16350041)
6.
MUHAMMAD ICHSAN (16350043)
DOSEN PENGAMPU :
Dra. Hj. Ermi Suhasti Syafe’i, M. Si.
JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Cara kerja ilmu
merupakan suatu hal yang dipertimbangkan dalam bidang keilmuan. Cara kerja ilmu
sendiri tidak bisa secara individu. Dia harus dibarengi dengan sudut pandang
ilmu lain. Dalam artian suatu
serangkaian yang saling melengkapi. Dapat dikatakan juga ia saling membutuhkan
guna melihat esistensi dari ilmu itu sendiri.
Cara kerja ilmu
itu sendiri sekarang mengalami permasalahan atau problematika yang terjadi
karena banyak kritik dari para ilmuan yang mempermasalahkan integrasi dan
interkoneksi antar ilmu tersebut. Nah, inegrasi interkoneksi sendiri terjadi
karena adanya pemisahan atau terpisahnya ilmu agama yang seharusnya di terapkan
namun, justru terlupakan. Karena ilmu agama sendiri yang memiliki esistensi
terhadap interaksi dengan alam, sehingga muncul kerusakan-kerusakan ekologis.
Namun, hal ini telah disadari oleh para ilmuan tadi sehingga mendorong ilmuan
untuk memperhatikan integrasi dan interkoneksi tersebut.
Perkembangan
suatu ilmu tersendiri mengiringi tingkat
kebutuhan manusi yang bersifat material, teknis, kemasyarakatan sampai
religius. Seperti halnya manusia perlu berinteraksi dengan sesama nya maka ia
membutuhkan nilai-nilai sosial.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Cara Kerja Ilmu Alam
2.
Bagaimana Cara Kerja Ilmu Sosial-Humaniora
3.
Bagaimana Cara Kerja Ilmu Keagamaan dan Keislaman
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Cra kerja Ilmu Alam
2.
Bagaimana Cara Kerja Ilmu Sosial-Humaniora
3.
Bagaimana Cara Kerja Ilmu Keagamaan dan Keislaman
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Cara Kerja Ilmu Alam
Awal di Yunani
kuno, sebelum adanya filsafat para ilmuan memperbincangkan manfaat dari ilmu itu
sendiri. Yakni manfaat bagi manusia itu sendiri, dimana ilmu memiliki ciri-ciri
yang mudah dilakukan oleh manusia dalam artinya ia tidak menyulitkan untuk
dipahami dan juga dapat mengubah mindset seseorang terhadap sesuatu dalam
memandang objek tertentu melalui perspektif ilmu itu sendiri. [1]
·
Gejala alam bersifat fisik statis
Hal ini
berkaitan dengan ilmu, karena sifatnya yang statis. Jadi, memandang suatu objek
dengan cara sederhana karena sifat dari objek tersebut yang statis.
·
Objek penelitian dapat berulang
Objek gejala
alam itu sendiri bersifat fisikal dan statis yang mana dapat diamati secara
berulang-ulang dan tetap. Meskipun, penemuan-penemuan ilmuan terdahulu, namun
masih bisa kita teliti hingga sekarang.
·
Pengamatan relatif dan lebih mudah
Disini
bermaksud apabila ada seseorang yang melakukan pengamatan terhadap suatu objek
tertentu lebih mudah. Tentunya pengamatan dibantu dengan alat-alat yang
memadahi. Sehingga kapan pun seseorang akan mencari data itu kembali dapat
dikerjakan lagi meskipun nanti data dan hasil yang ia terima berbeda dari hasil
awal.
·
Subyek (Peneliti) hanya sebagai penonton
Disini
seseorang yang melakukan pengamatan terhadap suatu objek, bersifat objektif dan
benar-benar hasil dari objek yang diamati oleh subyek. Tidak lain halnya subyek
hanya memperlihatkan hasil pengamatannya terhadap orang lain. Sehingga riil
dari hasil yang dilakukan oleh subyek terhadap suatu objek tertentu.[2]
·
Memiliki daya prediktif yang relative mudah dikontrol
Ilmu dijelaskan
sebagai berikut karena, ia memiliki sifat yang menarik. Dari ilmu tersebut
gejala alam dapat membangun teori-teori yang mana dapat dilihat oleh ilmuan apa
yang terjadi selanjutnya dari gejala-gejala yang terjadi tersebut.[3]
2.
Cara Kerja Ilmu Sosial Humaniora
Cara kerja ilmu
sosial humaniora tidak seperti permasalahan yang ada pada cara kerja ilmu lam
yang mana permaslahannya lebih kompleks.[4]
Interaksi
sosial tersebut dilakukan dengan memakai pranata sosial yang mana ada
aturan-aturan yang mengatur suatu interaksi. Karena dalam masyarakat terdapat
pelapisan sosial yang berbeda-beda. Sehingga interaksi ersebut dibutuhkan,
namun memakai pranata sosial guna menghormati strata sosial.[5]
·
Gejala sosial humaniora bersifat non fisik, hidup dinamis
Objek daripada
gejala ini merupakan manusia. Sehingga bagaimana kita memahami manusia dan
dalam hal tersebut kita membutuhkan interaksi. Namun, secara sudut pandang
medis ia meliha dari apa yang ada didalam manusia itu sendiri.[6]
Menyikapi
manusia itu sendiri pada dasarnya ada beberapa pendekatan yang cocok, mulai
dari fungsional, interaksional, dan konflik. Yakni, mulai dari memposisikan
manusia dengan semestinya karena manusia itu sendiri berkembang dan
berkelompok, kemudian bagaimana cara kita mengekspresikan perlakuan terhadap
suatu objek tertentu, dan yang terakhir memberikan hak manusia bahwa manusia
memiliki kepentingan individu atau lainnya.
·
Objek penelitian tidak dapat berulang
Disini dipaparkan bahwasanya objek penelitian tidak bersifat statis
dan stagnan. Karena, melihat dari historial yang ada mereka berkembang
mengikuti waktu. Begitu juga dengan masalah yang bersifat kompleks dan terus
berkembang.
·
Pengamatan lebih sulit dan kompleks
Hal ini
berkaitan dengan objek yang tidak bersifat statis. Dimana pemaknaan terhadap
sesuatu memunculkan banyak makna. Sehingga permasalahan yang kompleks muncul.
·
Subjek peneliti juga sebagai
bagian integral dari objek yang diamati.
Kebalikan
dengan objek alam, objek dari soshum ini merupakan manusia . jadi penerapan
prinsip yang ada lain halnya lebih condong ke sifat subyektivitas. Sehingga
mencari riil data dari objek tersebut lebih sulit. Karena onjek dari
permasalahan ialah manusia.
·
Memiliki daya prediktif yang relatif
Berdasarkan hal ini teori soshum tidak dapat memprediksikan apa
yang akan terjadi selanjunya, karena objeknya merupakan manusia. Sehingga
terjadinya permasalahan atau penyikapan terhadap masalah tersebut relatif.[7]
3.
Cara Kerja Ilmu Keagamaan dan Keislaman
Cara kerja ilmu
ini berpengaruh terhadap kehidupan adikodrati manusia yang mana, sebagai symbol
spritual. Dan juga pengukur keimanan seseorang dan interaksi antara mausia
terhadap tuhannya.
·
Ekspresi keimanan pemahaman teks suci
Hal ini sebagai bentuk pemahaman manusia
terhadap teks-teks suci yang mana diyakini oleh orang tersebut.
·
Objek penelitian unik dan tidak dapat diulang
Objek ini tidak dapat di ulang karena, kejadian keagamaan
sebagaimana tercermin dalam perilaku keagamaan orang beragama yang tidak dapat
direkonstruksi orang sesudahnya seperti awal.
·
Pengamatan Sulit dan kompleks dengan interpretasi teks-teks suci
keagamaan
Pemaknaan hal
ini sulit dilakukan karena, permasalahan dari objek sendiri komplek. Jadi,
bagaimana bentuk atau ekspresi keimanan mereka terhadap pemahaman teks-teks suci keagamaan.
·
Subyek pengamat (peneliti) sebagai bagian integral dari objek yang
diamati
Keterlibatan
emosional dan rasional dalam memahami dan menyimpulkan makna teks-teks suci
tersebut. Dan hal tersebut bagian dari integral dari objek yang diamati
tersebut.[8]
4. Hubungan
antara Ilmu Alam, Ilmu Sosial-Humaniora, dan Keagamaan
Ilmu alam, ilmu sosial-humaniora, dan ilmu
keagamaan adalah ilmu yang tidak dapat dipisahkan. Apabila berbicara ilmu alam,
secara tidak langsung akan membicarakan ilmu sosial-humaniora dan ilmu
keagamaan. Apapun yang terjadi pada manusia tidak akan terlepas dari tiga ilmu
tersebut.
Contoh kertakitan dari ketiga ilmu tersebut adalah peranan
suami dalam melakukan vasektomi.[9] Perihal
vasektomi dapat dikaji dengan menggunakan ilmu alam yaitu ilmu biologi, karena
biologi mempelajari makhluk hidup termasuk vasektomi. Sedangkan seseorang yang
melakukan dan berperan dalam vasektomi merupakan bagian dari ilmu sosial-humaniora
dimana kajiannya adalah manusia dalam bermasyarakat, dan ilmu agama disini
digunakan untuk membahas bagaimana pandangan agama khususnya islam dalam hal vasektomi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Cara kerja ilmu
yang sedemikian rupa dan telah dibahas oleh para filsuf-filsuf tersebut
memberikan pandangan berbeda terhadap suatu bidang ilmu secara berbeda. Sehingga,
pengubahan pandangan dan cara berfikir mulai terjadi. Hal ini bertujuan
mewujudkan tujuan dari ilmu itu sendiri.
Namun,
ilmu-ilmu ini tidak dapat berkembang secara sendiri. Dimana membutuhkan
pelengkap dari ilmu-ilmu lain. Ilmu-ilmu lain melengkapi untuk keselarasan
antara keterkaitan tersebut. Pada dasarnya mulai dari cara kerja ilmu alam
sampai dengan cara kerja ilmu agama atau keislaman, memiliki substansi yang
saling mendukung atau dibutuhkan. Dimana objek membutuhkan cara kerja ilmu-ilmu
tersebut. Mungkin, hanya saja terdapat beberapa hal yang tidak sama dalam segi
penelitian. Karena objek dari hal yang diteliti berbeda.
DFTAR PUSTAKA
Nasuion,
Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2016
Suhasti, Ermi, Pengantar
Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Prajnya Media 2012
Fatimah, Siti dan Suhasti.S, Syafe’i, 2014, “Partisipasi
Suami Melakukan Vasektomi”, Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 7, No. 2,
hlm. 111-133.
[1] Hj. Ermi Suhasti, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Prajnya
Media, 2012. hlm 111
[2] Ibid., hlm 112-113
[3] Ibid., hlm 114
[4] Ibid., hlm 115
[5] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Jakarta :Raja
Grafindo Persada, 2016
[9] Siti Fatimah dan Ermi Suhasti S, “Partisipasi Suami Melakukan Vasektomi”, Al-Ahwal Jurnal
Hukum Keluarga Islam, Vol. 7, No. 2 (2014), hlm. 111-133.
0 komentar:
Posting Komentar