Dewasa ini kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak yang signifikan. Dampak tersebut berupa dampak positif dan
dampak negatif. Dampak perkembangan
teknologi informasi sangatlah bergantung pada manusianya, apabila yang
bersangkutan memanfaatkan secara maksimal untuk kebaikan maka dampak positif
dari pekembangan teknologi informasi tersebut akan didapat. Sebaliknya apabila yang bersangkutan berusaha memanfaatkannya
untuk keburukan maka dampak buruklah yang didapat.
Beberapa tahun terakhir Indonesia dikatakan mengalami masa “kebobrokan” karena kemajuan
teknologi informasi. Kini Indonesia dilanda krisis moral seperti kasus
prostitusi online yang semakin marak dan banyak menjerat para publik figur di
tanah air. Sebagai contoh kasus prostitusi online yang menjerat artis Amel Alvi
hingga artis kontroversial Nikita Mirzani.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, prostitusi
adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu
transaksi perdagangan.[1] Transaksi perdagangan tersebut sampai saat
ini dilakukan dengan dua cara yaitu secara online dan offline. Dalam kasus
prostitisi online, para lelaki hidung belang membooking pelaku prostitusi
dengan mentransfer sebagian uang yang telah disepakati , dan sisanya dibayar
setelah keduanya berhubungan badan. Sedangkan prostitusi secara offline lelaki
hidung belang langsung bertemu dan transaksi dengan pelaku , kemudian setelah
terjadi kesepakatan harga keduanya melakukan hubungan yang dilarang agama
tersebut.
Dampak yang ditimbulkan dari maraknya perilaku prostitusi sangatlah
beragam, mulai dampak bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat. Perasaan yang
akan timbul karena prostitusi dapat berakibat:
1. Timbul dan menyebarkan penyakit kelamin dan
sebagainya.
2. Merusak sendi kehidupan keluarga, sehingga
rumah tangga menjadi berantakan.
3. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan
agama.
Berakaitan dengan adanya kasus prostitusi yang semakin marak dan dampak
yang ditimbulkan bagi pelaku dan masyarakat umum, tentu sebagai generasi
penerus bangsa kita ingin hal semacam prostitusi, baik online maupun offline
dapat dihapuskan dari negeri tercinta ini. Berangkat dari hal ini solusi yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah protitusi di negeri ini adalah
1. Penyediaan lapangan pekerjaan.
2. Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya
dan akibat seks bebas.
3. Penegakan hukum yang tegas bagi semua pelaku
prostitusi yang dilakukan oleh semua warga negeri ini, pemerintah maupun
rakyat.
4. Pembolehan para lelaki melakukan poligami bagi
yang telah memenuhi syarat.
Dari keempat solusi diatas tiga solusi yang pertama sudah sering diterapkan
dalam kehidupah di negri kita, namun sampai saat ini belum ada imbasnya. Maka
dari itu perlu kita coba solusi yang keempat yaitu diperbolehkannya suami melakukan poligami bagi
yang memenuhi syarat-syaratnya.
Poligami secara harfiah berasal bahasa yunani yaitu dari kata apolus
yang berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan.[2] Jadi
poligami adalah perkawinan yang banyak. Secara terminologi poligami adalah
suatu sistem perkawinan dimana pihak laki-laki menikahi beberapa lkawan
jenisnya secara bersamaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia poligami adalah sistem
perkawinan yang membolehkan seorang pria mempunyai istri lebih dari satu orang
dalam waktu yang bersamaan.[3]
Sedangkan didalam Al-Quran batasan poligami adalah empat orang.[4] Dengan
demikian poligami adalah suatu sistem perkawinan dimana salah satu pihak
(suami) menikahi beberapa orang (maksimal empat orang) istri dalam waktu yang
bersamaan.
Dalam agama Islam poligami diperbolehkan, seperti firman Allah dalam Al-Quran
Surah an-Nisa(4): 3
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِمَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (النساء)
Artinya:
“Dan apabila kalian takut tidak bisa berbuat adil kepada
anak-anak perempuan yang yatim (untuk kalian jadikan istri), maka nikahilah
perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua atau tiga atau empat. Bila
kalian takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah satu perempuan saja atau
budak-budak kalian. Yang demikian itu lebih membuat kalian tidak berbuat
zhalim.” [An-Nisa: 3]
Para mufassir
berbeda pendapat dalam memahami ayat ayat diatas. Sebagian ulama berpendapat
bahwa ayat diatas berkaitan dengan perlakuan adil terhadap anak yatim dinikahi,
maupun istri-istri yang bukan dari kalangan anak yatim. Sebagaian yang lain menjadikan
ayat di atas sebagai dalil dibolehkanya poligami dengan batasan maksimal
menikahi empat orang.
Selain Al-Qura’an Surah an-Nisa’(4): 3 tersebut, terdapat
ayat lain yang menjelaskan tentang poligami yaitu Surah an-Nisa’(4): 129
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ
حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ
تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
(النساء)
Artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak
akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An-Nisa: 129]
Dari kedua ayat diatas, kebolehan suami melakukan
poligami mempunyai syarat wajib yang harus dipenuhi yaitu mampu bersikap adil
terhadap istri-istri yang dinikahi. Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang
berjudul Wawasan al-Qur’an, menerangkan bahwa maksud dari Qur’an surah
an-Nisa’ ayat 3 adalah suami yang hendak berpoligami hendaknya mampu berlaku
adil terhadap istri-istrinya dalam bidang material.[5]
Menurut Ibnu Hazm dalam kitabnya al-Muhalla fi
Sharhal-Mujalla bi al-Hujaj wa al-Athar, Ibnu Hazm menerangkan bahwa
berbuat adil terhadap para istri hukumnya wajib, terlebih dalam pembagian
malam, tidak boleh ada pengulang diantara istri baik antara yang merdeka
ataupun hamba sahaya, muslim maupun dzimmi yang sudah dikawini .
Islam melegalkan poligami maksimal empat wanita bukan
untuk memuaskan hawa nafsu birahi laki-laki namun karena beberapa alasan,
diantaranya sebagai berukut:
1. Megikuti tauladan Rasulullah SAW, dimana selama hidupnya
beliau beristrikan sembilan orang. Sebagai umatnya tentu kita mengikuti apa
yang beliau kerjakan.
2. Telah banyak penelitian yang menunjukan bahwa jumlah
wanita lebih banyak dari pada laki-laki.
3. Aturan poligami memberi kesempatan bagi seluruh wanita,
baik yang masih gadis maupun janda agar
dapat menikah.
Meskipun sudah mempunyai alasan-alasan yang sudah jelas
namun pro dan kontra terhadap poligami sampai saat ini masih menjadi perdebatan
yang hangat terutama bagi kaum perempuan. Mereka mempermasalahkan bahwa seorang
suami nantinya setelah berpoligami akan lebih mencintai istri barunya,
ketimbang dirinya, serta tidak mampu berbuat adil terhadap dirinya. Namun
apabila anggapan semacam itu dibuang dan seorang wanita rela dipoligami tentu
dapat menolong orang lain dari lembah prostitusi.
Jadi kasus prostitusi yang semakin marak di negeri ini diharapkan
dapat di kurangi atau bahkan dapat diatasi dengan praktik poligami atau seorang
laki-laki (suami) melakukan poligami, dengan syarat harus mampu berbuat adil. Keadilan
yang dimaksud dalam poligami yang pertama adil dalam pengertian material yaitu
pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang sesuai dengan keperluan istri, dan yang
kedua keadilan dalam pengertian non-material yaitu pembagian malam sesuai yang
diterangkan oleh Ibnu Hazm di atas.
Dengan dibolehkannya poligami, diharapkan dapat
meminimalisir jumlah wanita-wanita yang belum terjerumus kedalam prostitusi,
agar tidak masuk ke dalam jurang yang
menghancurkan masa depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Bahasa
Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.
Thayib, Anshari, 1994, Struktur Rumah Tangga Muslim, Surabaya:
Risalah Gusti.
Departemen Agama R.I. 2011. Al Hidayah Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid
Kode Angka Departemen Agama
R.I. Al-Quran. Tangerang: Kalim.
Usman, “Perdebatan
Masalah Poligami dalam Islam (Kajian Tafsir Al-Maraghi Q.S. Al-Nisa’ Ayat
3 dan 129)”, An-Nida Jurnal
Pemikiran Islam, Vol.39, No.1, (2014), hlm. 129-141.
Hidayutulloh, Haris, “ Adil dalam Poligami Perspektif
Ibnu Hazm”, Religi: Jurnal Studi Islam Volume 6, Nomor 2, (Oktober 2015), hlm. 207-236
Shihab,Muhammad Quraish, 1999,
Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan.
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm.
1218.
[2] Anshari Thayib, Struktur Rumah Tangga
Muslim (Surabaya: Risalah Gusti, 1994), hlm. 54.
[3] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm.
1199.
[5] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1999). Hlm.201
0 komentar:
Posting Komentar